NUIM HIDAYAT

Sanggupkah Prabowo Memberantas Kemiskinan di Indonesia?

Sementara untuk total tunjangan rutin untuk 12 orang direksi Bank Mandiri sebesar Rp7,8 miliar atau Rp 650,3 juta per orang per tahun atau Rp 54,2 juta per orang per bulan.

Begitu pula yang terjadi pada BPJS. Di tengah-tengah BPJS defisit triliunan, direksinya menikmati gaji ratusan juta. Mengutip Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) 2019, BPJS Kesehatan menganggarkan beban insentif kepada direksi sebesar Rp32,88 miliar. Jika dibagi ke delapan anggota direksi, maka setiap anggota direksi mendapatkan insentif Rp4,11 miliar per orang. Dengan kata lain, masing-masing direksi menikmati insentif Rp342,56 juta per bulan.

Kerakusan bukan hanya pada pejabat pusat. Pejabat daerah kini ikut-ikutan rakus. Gaji anggota DPRD Depok kini mencapai 45 juta per bulan. Gaji DPRD Kota Bekasi berkisar 46 juta dan seterusnya.

Kalau para pejabat itu ada empati untuk orang miskin di tanah air, penghasilan mereka harusnya tidak lebih dari 30 juta. Coba bayangkan bila pendapatan anggota DPR RI 30 juta pe bulan, bukan 100 juta, maka bisa dihemat 70 juta x 575= Rp40,25 miliar. Coba berapa ratus rumah bisa dibangun untuk orang miskin tiap bulan dengan uang 40 miliar itu? Katanya wakil rakyat, rakyatnya banyak yang miskin kok mereka enak-enakan kaya sendiri.

Masyarakat tahu, gaji presiden dan menteri tidak besar. Tapi penghasilan tiap bulan mereka bisa lebih 100 juta per bulan. Karena ada uang-uang ‘non budgeter’ yang bisa masuk kantong pribadi.

Bila uang negara masih menjadi bancakan bagi para pejabat negara, jangan mimpi Indonesia akan makmur. Pidato Prabowo yang berapi-api memberantas kemiskinan, hanyalah sebatas retorika.

Kalau Prabowo ingin benar-benar memberantas kemiskinan, makai ia harus memangkas seluruh gaji pejabat tinggi (baik presiden, menteri, DPR, pejabat tinggi BUMN dll) tidak lebih dari 30 juta sebulan. Bila ia tidak berani, maka memberantas kemiskinan hanya omong kosong. Uang negara kembali lagi hanya berputar-putar di kalangan pejabat. Masyarakat miskin hanya mendapat sembako atau makan bergizi gratis. Masyarakat hanya mendapat tetesan air, padahal mereka butuh berember-ember air, bukan setetes dua tetes air.

Seperti kata Sun Tzu, “A leader leads by example, not by force.” Atau kata John C. Maxwell, “A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way.”

Memang untuk menilai keberhasilan seorang pemimpin, seringkali para ahli melihat jejak rekamnya. Masalahnya ketika memimpin Menteri Pertahanan, jejak rekam Prabowo tidak terlalu bagus. Pengeluaran anggaran pertahanan yang boros dan kegagalan proyek Food Estate jadi catatan merah untuk Prabowo.

Apakah Prabowo akan berhasil dalam memakmurkan 275 juta rakyat Indonesia dalam kepemimpinannya lima tahun ini? Nampaknya sulit kalau ia tidak berani merevolusi cara penggajian para pejabat tinggi di negeri ini. Termasuk keberanian untuk membatasi keluarganya dalam memanfaatkan posisi presiden untuk meraup kekayaan.

Akhirnya kita diingatkan filosof Plato dalam soal kepemimpinan, ”The measure of a man is what he does with power.” Wallahu azizun hakim. []

Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button