Satu Tahun Tragedi KM 50, TP3: Tegakkan Hukum, Adili Pelaku Pelanggaran HAM Berat
Jakarta (SI Online) – Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal Habib Rizieq Syihab (TP3) menggelar acara doa dan tahlil untuk di momen setahun syahidnya enam pengawal HRS yang telah dibunuh secara sadis oleh aparat negara.
Acara yang dilaksanakan pada Selasa malam (7/12) tersebut digelar secara daring (live streaming) dan diikuti peserta dari berbagai kalangan, termasuk para penandatangan Petisi Rakyat untuk Penuntasan Kasus Pembunuhan Enam Pengawal HRS.
Ketua TP3 Abdullah Hehamahua mengatakan, tragedi di Jalan Tol Jakarta Cikampek Km 50 pada 7 Desember 2020 tahun lalu ini merupakan pelanggaran HAM berat.
“Acara haul dan doa bersama mengenang setahun pembunuhan tanpa prikemanusiaan terhadap enam Pengawal HRS ini sekaligus mengingatkan bahwa hukum dan keadilan belum tegak secara utuh dan beradab di negeri ini,” kata Abdullah dalam pernyataannya.
Menurutnya, para pelaku pelanggaran HAM Berat yang membunuh enam pengawal HRS masih hidup bebas berkeliaran tanpa tersentuh hukum. “Guna menutupi kejadian sebenarnya dan melindungi para pembunuh sadis ini, telah dilakukan berbagai upaya dan langkah cover-up. Para oknum penguasa secara sistematis telah terlibat merekayasa proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pengadilan yang sedang berlangsung saat ini,” ungkapnya.
Pengadilan terhadap tersangka yang “dinyatakan oleh penguasa” merupakan pelaku pembunuhan memang sudah berlangsung di pengadilan, atas nama level Brigadir yaitu Fikri Ramadhan dan M. Yusmin Ohorella.
“Namun, penetapan dua tersangka ini jauh dari rasa keadilan. Bisa jadi mereka memang tersangka sebenarnya, namun mereka bukanlah tersangka satu-satunya. Ada nama-nama pelaku lain dengan level kepangkatan lebih tinggi yang sangat diyakini terlibat kejahatan HAM ini, termasuk sang master mind dan pengendali operasi,” duga Abdullah.
Mantan Penasehat KPK itu mengatakan, persidangan yang berlangsung di PN Jakarta Selatan dengan Nomor Perkara 867 dan 868 atas nama terdakwa Fikri Ramadhan dan M.Yusmin Ohorella bukanlah persidangan dalam rangka menegakkan keadilan atas terbunuhnya enam pengawal HRS.
“Setelah mengikuti jalannya persidangan di PN Jakarta Selatan, proses hukum tersebut tidak lebih dari persidangan untuk melindungi dan mengamankan para penjahat pelanggar HAM Berat yang sebenarnya. Pengadilan ini merupakan bukti nyata berlangsungnya sebuah sandiwara dan dagelan, untuk menghilangkan jejak para pelaku tindak kebiadaban yang sesungguhnya,” kata Abdullah.
Selain itu, pihaknya menilai persidangan di PN Jakarta Selatan juga makin membuktikan adanya sikap Pemerintahan Jokowi yang “unwilling” dan “unable” untuk mengungkap terjadinya pelanggaran HAM Berat.