JEJAK SEJARAH

Sayyid Muhsin Al-Musawa dan Jejaring Keilmuan Ulama Nusantara di Makkah

Di Nusantara tradisi haji dan menuntut ilmu telah dimulai sejak abad ke-15 M sampai akhir abad ke-20 M. Bagi kalangan pelajar atau ulama, mengunjungi Haramain lebih didorong oleh tujuan untuk menuntut ilmu.

Secara sosial-intelektual, tradisi rihlah ilmiah para pelajar dan ulama Nusantara ke Haramain setidaknya sebagaimana dikatakan oleh Azyumardi Azra ada pada dua hal. Pertama, menegaskan hubungan sosial-intelektual antara Haramaian dan Nusantara. Kedua, menegaskan adanya peran sejumlah tokoh (ulama) Nusantara dalam jaringan ulama internasional (Rakhmadi, 2024).

Di Nusantara sendiri ada banyak ulama yang melakukan rihlah intelektual ke Makkah. Syekh Muhammad Yasin Padang adalah generasi terakhir yang berkiprah di Haramain karena setelahnya belum ada lagi muncul tokoh (ulama) dari Nusantara yang karirnya cemerlang di Haramaian. Mekkah dan Madinah menjadi tempat pertemuan besar kaum muslim dari berbagai penjuru dunia untuk melakukan ibadah haji.

Haramain adalah pusat intelektual dunia muslim, yakni ulama, sufi, filsuf, dan penyair bertemu dan saling menukar informasi. Banyak dari para pelajar atau ulama menimba ilmu dari syekh-syekh atau madrasah yang ada di Haramaian. Salah satunya adalah belajar dan membangun sanad keilmuan dengan Sayyid Muhsin bin Ali Al-Musawa.

Biografi Sayyid Muhsin bin Ali Al-Musawa

Sayyid Muhsin memiliki nama lengkap Muhsin bin Ali bin Abdurrahman Al-Musawa. Lahir di Palembang pada 18 Muharam 1323 H. Ayahnya Sayyid Ali merupakan imigran asal Hadramaut yang datang ke Jambi dengan maksud menyebarkan agama Islam. Di Jambi Sayyid Ali kemudian membuat yayasan bernama Tsamarotul Ikhwan.

Sejak remaja Sayyid Muhsin telah rajin menuntut ilmu. Pada pertengahan tahun 1340 H, ia pergi ke Mekkah untuk melaksanakan haji dan belajar keilmuan di Madrasah Shoulatiyah.

Pada 1348 H, ia pergi ke Hadramuat untuk menuntut ilmu dari para ulama setempat. Sayyid Muhsin Al-Musawa dikenal dengan orang yang bersemangat untuk mencari ijazah keilmuan. Diantara masyayikh yang ia mintakan ijazah keilmuan di Mekkah adalah Al-Musnid Al-Kabir Syekh Abdul Hayyi dan Syekh Ali Awwad Al-Maghribi (Akbar, 2024).

Sayyid Muhsin dan Jejaring Keilmuan Ulama Nusantara

Sayyid Muhsin Al-Musawa dikenal sebagai ulama intelektual yang alim. Ia banyak menjadi incaran banyak penuntut ilmu untuk belajar di hadapannya. Sebagai seorang ulama intelektual Sayyid Muhsin juga banyak melahirkan karya berupa kitab-kitab diantaranya adalah; 1). Nahjut Taysir ‘Ala Nazhm At-Tafsir (kitab tafsir Quran), 2). Madkhol Al-Wushul Ila Ma’rifati Ilmi Al-Ushul (kitab fiqih), 3). An-Nafhah Al-Hasaniyah (kitab waris), 4). Jam’u Ats Tsamar Syarhu Manazil Al-Qamar (kitab ilmu falak).

Sebagai sosok yang multidisiplin ilmu, Sayyid Muhsin Al-Musawa dipercaya untuk menjadi pengajar di beberapa lembaga, salah satunya adalah lembaga Madrasah Darul Ulum. Sejak tahun 1927 Sayyid Muhsin didaulat sebagai pemimpin lembaganya. Sejak saat itu Darul Ulum mulai menapak jejaknya sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berpengaruh di Makkah, khususnya bagi pelajar dari kawasan Nusantara (Abad, 2022).

Sayyid Muhsin Al-Musawa adalah ulama penting yang memiliki peran dalam berdirinya Madrasah Darul ulum di Makkah. Kita mengenal nama-nama ulama sekaligus pahlawan nasional yang pernah mengenyam pendidikan di madrasah ini, seperti TG. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (pendiri Nahdlatul Wathan), Hadratussayikh KH. Hasyim Asy’ari (pendiri NU), KH. Maimoen Zubair, dan Syekh Yasin bin Isa Al-Fadani (Jaffar, 2020).

Syekh Yasin bin Isa Al-Fadani pada 1928 melanjutkan pendidikan ke Madrasah Ash-Shulatiyah Al-Hindiyah selama tujuh tahun. Kemudian pada 1935 melanjutkan pendidikan ke Madrasah Darul Ulum yang didirikan Sayyid Muhsin Al-Musawa bersama beberapa ulama Nusantara yang berada di Mekkah kala itu. Beliau merupakan Angkatan pertama di Darul ulum dan kemudian menjadi pengurus Darul Ulum (Siregar, 2022).

Dari Syekh Yasin lahirlah banyak ulama yang terkemuka seperti, KH. Ahmad Sahal Mahfuzh, KH. Maimoen Zubair, KH. Ahmad Damanhuri al-Bantani, dan KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani (Martapura). Pada dasarnya Madrasah Darul Ulum di kota Mekkah mempunyai peran besar dalam membangun jejaring keilmuan ulama Nusantara dalam rangka menyebarkan ilmu agama dan akidah salafus salih. []

Dimas Sigit Cahyokusumo, Penikmat Tasawuf dan Sejarah asal Jakarta.

Artikel Terkait

Back to top button