Self-Love dalam Syariat: Antara Ekspresi Diri dan Tanggung Jawab Agama
Konsep Love My Self dalam syariat Islam
Konsep self-love yang benar menurut ajaran Islam tidak sekadar mengejar kebahagiaan sesaat, tetapi mencakup kehormatan diri, keseimbangan, dan ketaatan kepada Allah.
Islam mengajarkan bahwa mencintai diri berarti menghargai dan menjaga diri dari perbuatan yang dapat merendahkan martabat, dengan tetap mematuhi batasan syariat. Cinta diri yang benar bukanlah pembenaran untuk segala tindakan demi kepuasan pribadi, melainkan sebuah komitmen untuk hidup sesuai nilai-nilai agama yang mencegah seseorang jatuh ke dalam perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam. Self-love sejati dalam Islam adalah keseimbangan antara menghargai diri sendiri dan memenuhi tanggung jawab kepada Allah serta sesama.
Kritik terhadap persepsi kebanggaan diri muncul ketika konsep self-love disalahartikan sebagai pembenaran untuk menjalani gaya hidup yang tidak sejalan dengan syariat. Banyak orang beranggapan bahwa mencintai diri sendiri memberi kebebasan untuk mengekspresikan diri tanpa batasan, sehingga mereka merasa tidak perlu lagi memperhatikan nilai-nilai yang seharusnya membentuk karakter seorang muslim.
Namun, penting untuk diingat bahwa self-love yang sejati tidak seharusnya menjadi alasan untuk mengabaikan prinsip-prinsip agama, termasuk dalam hal berpakaian dan berperilaku. Menjaga kehormatan dan ketaatan kepada Allah merupakan bagian dari mencintai diri sendiri. Dengan demikian, self-love harus mendorong setiap individu untuk menghargai diri dalam kerangka syariat, bukan justru menjauhkan diri dari nilai-nilai yang menjadi pedoman hidupnya.
Penting bagi kita untuk memahami ulang makna self-love dan kebanggaan diri yang sebenarnya. Apakah mencintai diri berarti memberi kebebasan penuh untuk bertindak tanpa mempertimbangkan prinsip yang menjadi pedoman hidup?
Self-love yang hakiki adalah wujud penghargaan terhadap diri sendiri melalui pemeliharaan kehormatan dan kesetiaan pada ajaran agama. Ini bukan tentang membenarkan segala keinginan, melainkan tentang menempatkan nilai-nilai agama sebagai landasan dalam menghargai diri.
Dengan mencintai diri sesuai tuntunan agama, kita bukan hanya menjaga martabat pribadi, tetapi juga menunjukkan komitmen terhadap nilai yang menguatkan identitas kita.[]
Hana Prafajarini Amoer, Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang