Seputar Pemanfaatan Daging Kurban
Pak Kyai, banyak persoalan seputar pemanfaatan hewan kurban. Apakah pengurban diperbolehkan
memakan daging kurban dia sendiri, apakah boleh daging kurban diberikan kepada orang-orang kafir, dan apakah tukang jagal hewan kurban boleh diberi upah dari bagian daging, kepala atau kulitnya?.
Ada sejumlah ketentuan terkait pemanfaatan daging kurban. Disunnahkan bagi orang yang berkurban, untuk memakan daging kurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada karib kerabat. Nabi Saw bersabda: “Makanlah daging kurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan hadits di atas, pemanfaatan daging kurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara, yaitu : makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini sifatnya tidak wajib, tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah).
Oleh karena itu, sesuai dengan hadits di atas orang yang berkurban, disunnahkan turut memakan daging kurbannya. Boleh pula mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Namun, jika diberikan semua kepada fakir-miskin, menurut Imam Al-Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk diri sendiri, atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib.
Akan tetapi jika daging kurban sebagai nazar, maka wajib diberikan semua kepada fakir-miskin dan yang berkurban diharamkan memakannya, atau menjualnya.
Pembagian daging kurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga di luar wilayah/tempat dari tempat penyembelihan.
Lalu, bolehkah memberikan daging kurban kepada orang-orang kafir? Ibnu Qudamah (mazhab Hambali) dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah) mengatakan boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada kaum Muslimin.
Pemotong hewan kurban (jagal), tidak diperbolehkan diberi upah dari bagian kurban. Kalau mau memberi upah, hendaklah berasal dari orang yang berurban dan bukan dari hewan kurban. Hal itu sesuai hadits Nabi Saw dari sahabat Ali bin Abi Thalib ra: “…(Rasulullah memerintahkan kepadaku) untuk tidak memberikan kepada penyembelih sesuatu daripadanya (hewan Kurban).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tapi jika jagal termasuk orang fakir atau miskin, dia berhak diberi daging kurban. Namun pemberian ini bukan upah karena dia jagal, melainkan sedekah karena dia miskin atau fakir.
Termasuk yang diharamkan adalah menjual kulit hewan kurban. Ini merupakan pendapat jumhur ulama (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352). Pendapat ini berdasarkan sabda Nabi Saw: “Dan janganlah kalian menjual daging hadyu (kurban orang haji) dan daging Kurban. Makanlah dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan kamu menjualnya…”(HR. Ahmad)
Walaupun sebagian ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auza’i ada yang membolehkan, namun pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati (ihtiyath), adalah janganlah orang yang berkurban menjual kulit hewan kurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai berkata,”Subhanallah! Bagaimana harus menjual kulit hewan kurban, padahal ia telah dijadikan sebagai milik Allah ?”
Kulit hewan dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika kemudian orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab, larangan menjual kulit hewan kurban tertuju kepada orang yang berkurban saja, tidak mencakup orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh orang yang berkurban. Dapat juga kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, misalnya dibuat alas duduk dan sajadah di masjid, bedug, kaligrafi, dan sebagainya. Wallahu a’lam. []