INTERNASIONAL

Seruan dan Negosiasi Tidak Mempan untuk Israel

Kesepakatan ini membuat 10 usulan sanksi dari UE disisihkan. Amnesty International menyebut langkah tersebut sebagai “pengkhianatan kejam dan melanggar hukum” terhadap prinsip-prinsip yang diklaimnya.

Masalahnya, Israel gagal melaksanakan “kesepakatan” ini – seperti semua kesepakatan sebelumnya. Menurut sumber UE yang dikutip media, Israel hanya mengizinkan sekitar 80 truk per hari masuk, padahal Gaza membutuhkan lebih dari 500. Apakah benar 80 truk masuk dan berapa banyak bantuan itu benar-benar sampai ke penerima yang dituju pun tidak jelas.

Geng-geng secara rutin menyerang konvoi bantuan, dan tentara Israel menembak siapa pun yang mencoba melindungi truk-truk ini dari para penjarah.

Berbagai lembaga dan organisasi terus membunyikan alarm tentang wabah malnutrisi yang setiap hari merenggut nyawa anak-anak. Bencana kelaparan itu nyata, meski PBB — di bawah tekanan — belum bersedia secara resmi menyatakannya.

Sementara itu, pasukan Israel dan tentara bayaran asing terus menewaskan orang-orang yang mencari bantuan di lokasi distribusi yang dioperasikan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung Israel, yang dibentuk untuk mengambil alih fungsi lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, terutama UNRWA, badan bantuan untuk pengungsi Palestina. Hampir 900 orang telah tewas di lokasi-lokasi ini sejak operasi GHF dimulai pada akhir Mei.

Jika Uni Eropa secara keseluruhan tidak akan bertindak, negara-negara anggotanya masing-masing tetap memikul tanggung jawab hukum. Setidaknya, negara-negara Eropa harus menangguhkan transfer senjata, melarang perdagangan dengan permukiman ilegal, dan menghentikan kerja sama dengan lembaga-lembaga yang terlibat dalam pendudukan dan apartheid. Ini bukan pilihan politik semata. Ini kewajiban hukum. Dan hal yang sama berlaku bagi seluruh dunia.

Bahaya mengandalkan seruan kepada Israel untuk “mengizinkan” masuknya bantuan alih-alih memaksanya melalui sanksi sangat jelas: Ketika kejahatan perang diabaikan demi keringanan sementara, impunitas menjadi normal. Kelaparan menjadi senjata perang yang dapat diterima. Nyawa warga sipil berubah menjadi alat tawar-menawar.

Komunitas internasional – termasuk UE, lembaga-lembaga gereja, dan para pemimpin dunia – harus terus menunjukkan belas kasih dan memberikan bantuan. Namun hal itu tidak boleh menggantikan keadilan. Belas kasih harus disertai ketegasan: Israel harus dimintai pertanggungjawaban atas kewajiban hukum dan moralnya. Rakyat Palestina – baik Kristen maupun Muslim – tidak boleh diperlakukan sebagai bidak, melainkan sebagai manusia yang berhak atas martabat, keselamatan, dan perdamaian. []

Nuim Hidayat
Sumber: Al Jazeera

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button