Sesumbar Netanyahu: “Tidak Akan Ada Negara Palestina”

Jakarta (SI Online) – Pemimpin otoritas Israel menandatangani kesepakatan untuk melanjutkan rencana perluasan permukiman yang akan membelah Tepi Barat yang diduduki.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melambaikan tangan saat tiba menghadiri upacara penandatanganan kesepakatan kerangka kerja, yang bertujuan mempercepat pembangunan di permukiman Israel Maale Adumim, di Tepi Barat yang diduduki, 11 September 2025.
Pada Agustus 2025, Israel menyetujui proyek besar permukiman di wilayah Tepi Barat yang diduduki, yang oleh komunitas internasional diperingatkan dapat mengancam kelangsungan negara Palestina di masa depan. Rencana itu mencakup pembangunan sekitar 3.400 rumah di lahan yang sangat sensitif, terletak antara Yerusalem dan permukiman Israel Maale Adumim.
Benjamin Netanyahu secara resmi melanjutkan rencana perluasan permukiman di Tepi Barat yang diduduki, yang akan membuat keberadaan negara Palestina di masa depan hampir mustahil.
Pemimpin Israel itu pada Kamis (11/9) menandatangani kesepakatan untuk menjalankan proyek tersebut, yang akan membelah Tepi Barat.
“Kami akan memenuhi janji kami bahwa tidak akan ada negara Palestina. Tempat ini milik kami,” klaim Netanyahu dalam acara di Maale Adumim, permukiman Israel di sebelah timur Yerusalem.
“Kami akan menggandakan jumlah penduduk kota ini.”
Permukiman tersebut, berada di lahan seluas 12 km² (4,6 mil²) di timur Yerusalem, dikenal sebagai “East 1” atau “E1”.
Rencana pembangunan yang mencakup 3.400 rumah baru bagi pemukim Israel itu akan memutus sebagian besar wilayah Tepi Barat dari Yerusalem Timur yang diduduki, sekaligus menyambungkan ribuan permukiman Israel di kawasan tersebut.
Yerusalem Timur memiliki makna khusus bagi warga Palestina sebagai pilihan ibu kota negara Palestina di masa depan.
Semua permukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak 1967, dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas dari apakah mendapat izin perencanaan Israel atau tidak.
Hamdah Salhut, melaporkan untuk Al Jazeera dari Amman, Yordania (karena Israel melarang Al Jazeera meliput dari Tepi Barat dan Israel), menjelaskan bahwa ekspansi ini kontroversial karena menghancurkan kesinambungan wilayah dari Tepi Barat menuju Yerusalem Timur, sehingga semakin meniadakan kemungkinan adanya negara Palestina di masa depan.