Setelah Deislamisasi, Kini Dehabibisasi
Program moderatisme (antiradikalisme) Jokowi juga terlihat dengan pengangkatan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset Teknologi. Pernikahan Nadiem dengan istrinya yang Katolik, diharap bisa dijadikan teladan dalam pendidikan di Indonesia. Atau setidak-tidaknya masyarakat Islam Indonesia tidak fobia terhadap pernikahan antar agama. Jokowi dan timnya nampak tidak peduli dengan kebiasaan presiden-presiden sebelumnya yang mengangkat menteri pendidikan dari organisasi Muhammadiyah.
Program moderatisme Jokowi ini juga dilakukan di kepolisian, TNI, dan kementerian-kementerian lainnya.
Dalam bidang ekonomi seolah-olah istana pro ekonomi syariah. Tetapi bila diteliti lebih dalam, program ekonomi syariah ini juga banyak dinikmati kelompok oligarki.
Dehabibisasi
Yang melontarkan adanya dehabibisasi ini pertama kali adalah anggota DPR dari PKS, yaitu Mulyanto. Ia menyatakan dua tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf di bidang riset dan inovasi ditandai dengan maraknya pembubaran kelembagaan Iptek Nasional. Beberapa lembaga Iptek strategis seperti Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) dibubarkan.
Ia menyatakan bahwa selama berkuasa Jokowi sedang melakukan proyek dehabibienisasi (dehabibisasi) yakni menghapus jejak, karya dan kelembagaan teknologi yang hasilkan begawan Iptek Prof. Dr. BJ Habibie.
Mulyanto kecewa dengan sikap Jokowi. Ia menilai seharusnya pemerintah menjaga dan meneruskan hal baik yang sudah dibangun oleh Habibie bukan malah menghapus dan membongkar bangunan Iptek Nasional yang susah payah didirikan selama ini.
“Pemerintah harusnya mengakui bahwa jasa Prof. Dr. BJ Habibie dalam pengembangan Iptek Nasional sangat besar. Habibie secara massif berhasil membangun struktur teknologi (techno-structure) Iptek nasional, baik berupa pengembangan sumber daya manusia (human ware), peralatan (technoware), kelembagaan (orgaware) maupun jaringan (infoware). Semua itu berujung pada beroperasinya BUMN Industri Strategis (BUMNIS) sebagai wahana kekuatan anak bangsa untuk memproduksi peralatan hankam dan sipil canggih mulai dari pesawat, kapal, tank, senjata, peledak, baja, industri berat sampai elektronik,” kata Mulyanto.
Kini semua lembaga riset itu diganti dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang Ketua Dewan Pengarahnya Megawati. “Yang merupakan ketua umum parpol dan tidak memiliki reputasi di dunia Iptek,”jelas Mulyanto.
Selain itu Mulyanto mempermasalahkan Pemerintah yang membubarkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), yang dilebur ke dalam BRIN.