Si ‘Pembatal Islam’, Gigit Jari di Akhirat

Hidayah datang. Lisan pun mengucapkan keimanan. Tapi tak bertahan lama. Dia sukarela menjual keimanan dengan kekafiran demi gengsi. Setelahnya kekafiran malah semakin menjadi-jadi. Dia merugi di akhirat. Siapakah dia?
Siapa lagi kalau bukan Uqbah bin Abi Mu’aith. Di masa awal dakwah Rasulullah Saw, dirinya yang bertetangga dengan Beliau Saw, kerap mendengar seruan dakwah. Rasa penasarannya terusik, hatinya pun membenarkan dakwah.
Rasulullah Saw mengetahui hal tersebut. Tanpa ragu ketika memenuhi undangannya, Rasulullah Saw menyatakan tak mau makan jamuan kecuali Uqbah bin Abi Mu’aith menerima Islam. Dirinya merasa terhina jika Rasulullah Saw tak makan jamuannya lalu lisannya pun bersyahadat.
Tapi mengapa kemudian Uqbah bin Abi Mu’aith menjadi terdepan dalam memusuhi dakwah Islam? Perlu kiranya muslim mengetahui asbab kekafiran Uqbah bin Abi Mu’aith. Bukan untuk diteladani, tapi dijadikan pelajaran untuk tak melakukan hal yang sama.
Nasab Tercemar, Harta Haram dan Pergaulan yang Menyesatkan
Memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Nasab Uqbah bin Abi Mu’aith tercemar karena hasil hubungan terlarang ayahnya dengan budak Yahudi di Syam. Karakter Yahudi pun melekat pada kepribadiannya. Dirinya dikenal suka ingkar janji, khianat, hasad dan angkuh. Wajar dirinya mudah melepaskan keimanan.
Kehidupan Mekkah yang jahiliyah, menguntungkan dirinya. Menjadi pedagang khamr kelas kakap memberikannya limpahan cuan tak terkira. Sebagai hartawan, dirinya dapat masuk dalam pergaulan bangsawan Quraisy menutupi nasabnya yang hina. Status sosialnya pun dianggap tinggi dan menjadi kebanggaannya.
Hasil berdagang khamr berdampak pada kekotoran jiwanya. Nampak pada lisan dan perbuatannya yang bersegera dalam berbuat dosa dan permusuhan. Serta selalu menghalangi orang lain dalam keimanan.
Pergaulan dengan bangsawan Quraisy yang memusuhi Islam semakin menyesatkannya. Ubay bin Khalaf kawan dekatnya tergesa-gesa menemuinya setelah mengetahui kabar keislamannya. Ubay bin Khalaf mengharamkan bertemu dengannya jika tak murtad dari Islam. Ketakutan menyelimuti dirinya jika dikucilkan ‘circle’ gengnya. Karena menyangkut kehormatan, status sosial dan kekayaannya. Ya demi gengsi akhirnya Uqbah bin Abi Mu’aith lebih memilih murtad.
Dirinya membuktikan kesetiakawanan pada Ubay bin Khalaf dengan mencaci maki Rasulullah Saw di depan publik. Bahkan berani meludahi wajah Beliau Saw yang mulia. Dirinya menerima tantangan Abu Jahal, Uthbah bin Rabi’ah, Syaibah ibnu Rabi’ah dengan membuang dan melemparkan kotoran unta yang telah disembelih ke punggung Rasulullah Saw saat shalat.
Dirinya memperturutkan kebencian dengan kerap melemparkan kotoran unta di depan rumah Rasulullah Saw. Dirinya berkomplot dengan gengnya untuk membunuh Rasulullah Saw. Saat Beliau Saw shalat di depan Ka’bah, dirinya berani membelitkan kain ke tengkuk Beliau Saw dan menyentaknya dengan sangat kuat. Sampai Beliau Saw jatuh tersungkur.
Penyesalan Tak Bertepi
Seribu kafir Quraisy termasuk Uqbah bin Abi Mu’aith mendatangi Lembah Badar dengan kesombongan. Mereka sangat bernafsu memerangi kaum Muslim yang berjumlah lebih sedikit. Kafir Quraisy merasa di atas angin atas jumlah pasukan, alutsista, amunisi dan konsumsi sehingga merasa akan menang.
Tapi Allah SWT berkehendak menjaga agama-Nya serta menolong Rasulullah Saw dan pasukan muslim. Dengan bekal keimanan, pasukan muslim berhasil mengalahkan pasukan kafir Quraisy dan menghinakan mereka.