Silakan Jadi Koruptor!! Asal Jangan Radikal!
Proses labeling dan stigma itu kini kembali terulang. Namun kelihatannya bakal salah sasaran. Bisa menjadi senjata makan tuan.
Coba perhatikan dalam kontroversi revisi RUU dan pemilihan pimpinan KPK. Isu radikal digunakan untuk memberi stigma kepada mereka yang menentang.
Cap radikal juga dijadikan semacam legitimasi agar publik mendukung hasil pemilihan pimpinan KPK yang baru.
Substansi utama bahwa seorang pimpinan KPK adalah pribadi berintegritas tinggi, bersih korupsi, justru tidak penting.
Seperti sebuah orchestra mereka menggiring isu ini. Mulai dari isu adanya kelompok “Taliban” versus “polisi India” di KPK, dan kemudian soal radikal.
Parahnya operator yang mengendalikan isu ini diduga ngendon di istana. Mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas menduga isu Taliban dimainkan, dipolitisasi istana.
Hendardi salah satu anggota panitia seleksi (pansel ) capim KPK memastikan, salah satu proses seleksi adalah menelusuri rekam jejak intoleransi dan radikalisme capim.
Ketua Umum GP Anshor Yaqut Cholil Qoumas menilai komposisi pimpinan KPK saat ini ideal. Bisa untuk pemberantasan korupsi sekaligus membersihkan kelompok radikal di KPK.
Mereka ini sangat peduli dengan isu radikalisme, namun abai dengan rekam jejak korupsi.
Irjen Pol Firli Bahuri yang terpilih menjadi Ketua KPK yang baru, banyak dipersoalkan publik. Saat menjadi Direktur Penindakan KPK dia terbukti melakukan pelanggaran berat secara etik.
Firli terbukti beberapa kali bertemu beberapa orang yang diduga melakukan tindak korupsi dan menjadi obyek penyelidikan dan penyidikan KPK.
Dia lolos dari hukuman, karena keburu ditarik oleh Mabes Polri. Firli malah dipromosikan menjadi Kapolda Sumatera Selatan.