Simalakama Larangan Perkawinan ‘Anak’
Ekonomi menjadi penyebab masalah rumah tangga. Gaji yang minim bahkan tak cukup, memberi beban tersendiri bagi suami. Akhirnya, KDRT dijadikan pelampiasan.
Atas tuntutan ekonomi, ditambah provokasi kesetaraan gender, perempuan pun keluar dari rumahnya. Ikut berebut receh-receh rupiah yang disisakan kapital. Meninggalkan anak yang harusnya dia didik.
Kembali ke rumah dengan gaji yang sama bahkan lebih tinggi dari suami. Hilang rasa hormat pada suami. Mulailah konflik rumah tangga dan berujung pada perceraian.
Jadi, atas segala masalah perkawinan bukan disebabkan oleh usia. Namun akibat sistem kapitalisme yang mengatur kehidupan kita.
‘Anak’ yang dimaksud UU adalah yang berusia di bawah 19 tahun, meskipun secara biologis dia bisa melahirkan anak. Simalakama pun terjadi, dilarang justru seks bebas meningkat. Diizinkan, dianggap tak menyukseskan program SDGs milik Barat. Dampaknya, bantuan dana padahal utang, akan sulit didapatkan.
Adapun sistem Islam, berlandaskan akidah Islam dalam penyelenggaraan negara dan seluruh aspek kehidupan termasuk keluarga. Hingga setiap manusia sadar diri dengan peran, kewajiban, dan tanggung jawabnya. Visi akhirat akan melahirkan manusia yang menjalankan setiap perannya dengan sebaik-baiknya.
Sebagai khalifah, ia bertanggung jawab untuk melayani rakyat. Menyelenggarakan pendidikan yang bertujuan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah dan sainstek. Kurikulum dirancang sedemikian hingga untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan pra nikah diselenggarakan dalam rangka menyiapkan laki-laki sebagai qowwam dan perempuan sebagai ummu warobatul bait. Sehingga rumah tangga yang dibangun akan mampu menghasilkan generasi unggul. Jadi, klop antara keluarga dan sekolah, satu visi dan misi yaitu mencetak manusia sebagai ‘abid Allah SWT.
Dalam Islam, perkawinan adalah satu dari syariat Allah SWT. Ia adalah ibadah sepanjang hayat dan menggenapkan separuh diin. Setiap muslim yang baligh dan memiliki kemampuan untuk menikah, diizinkan bahkan didorong untuk menikah.
Rasulullah Saw bersabda: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).” (HR. Bukhari).
Pemuda dalam Islam adalah seseorang yang telah baligh. Ditandai dengan menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Para pemuda wajib terikat dengan seluruh aturan Allah SWT. Termasuk hukum-hukum yang menyertai aktivitas perkawinan, seperti perwalian, waris, hadhonah, dan lain-lain.
Takkan ada dilema bagi pemuda untuk menikah di sistem Islam. Karena khilafah telah menyediakan basic need dengan manusiawi dan terjangkau. Wallahu a’lam.
Mahrita Julia Hapsari, Praktisi Pendidikan