Simbol ‘Tali Gantung’ untuk Jokowi
Apa pun narasinya apakah “Lengserkan Jokowi”, “Tangkap Jokowi”, “Adili Jokowi” atau lainnya simbol yang paling pas adalah “Tali Gantung”.
Hal ini menunjuk pada hukuman berat atas kejahatan akibat mengkhianati rakyat. Ada yang menyebut “Gantung di Monas” untuk memaknai “Monumen Akal Sehat”.
Dulu ada juga tokoh yang menantang untuk digantung di Monas jika korupsi, tidak lama kemudian tokoh ini benar-benar divonis melakukan korupsi.
Meski kini hukuman mati dijalankan dengan tembak sampai mati, namun karena dilaksanakan di tempat yang dirahasiakan maka rasanya tidak berefek jera. Berbeda dengan hukum gantung yang dapat dilihat banyak orang karena dilaksanakan di ruang terbuka. Membuat siapa pun takut untuk melakukan hal serupa.
Pasal 11 KUHP menyatakan: “Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat penggantungan dengan menggunakan sebuah jerat di leher terpidana dan mengikatkan jerat itu pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan tempat orang itu berdiri”
Itu adalah aspek Juridis untuk sanksi pelanggaran hukum berat, apakah korupsi, pembunuhan politik atau pengkhianatan negara. Hukum harus menakutkan di samping mendidik atau berefek jera. Penpres 2 tahun 1964 ataupun UU No 2/Pnps/1964 tidak eksplisit menghapus Pasal 11 KUHP. Aturan pidana harus tegas dan jelas. Bukan semata interpretasi.
Adapun dampak psikologis atau sosiologis simbolik itu menyangkut dosa politik Jokowi yang telah menumpuk. Lengser sebelum atau sesudah 20 Oktober 2024 menuntut pertanggungjawaban. Rakyat tidak rela Jokowi turun dengan nyaman bahkan tidur nyenyak di rumah 100 milyar hadiah negara. Sanksi sosial harus dijatuhkan dengan menjadikan lahan 1,2 hektar di Colomadu sebagai “square” atau “garden” demonstrasi rakyat.
Dari aspek politis “tali gantung” adalah political pressure bagi Jokowi untuk mundur secepatnya dalam rangka menghormati aspirasi atau sekurangnya mengingatkan para pemangku kebijakan agar bersikap membiarkan proses budaya dan hukum berjalan dalam menghakimi Jokowi. Termasuk Pemerintahan Prabowo pasca pelantikan tidak boleh melindungi.
Pada akhir masa jabatan yang tinggal beberapa hari lagi, gerakan menggugat Jokowi semakin menguat. Mempermasalahkan berbagai kebijakan yang dinilai tidak pro-rakyat. Semestinya kekayaan Jokowi dan keluarga segera diperiksa atau diaudit untuk klarifikasi nilai mencurigakan yang didapat selama menjabat sebagai Presiden. Kasus laporan keuangan aneh Nadiem Makarim menjadi pelajaran.
Paket pertanggungjawaban Jokowi dimulai dari audit untuk kondisi keuangan, tangkap untuk kriminal nepotisme, adili untuk banyak kasus-kasus pidana baik umum maupun pidana politik. Termasuk sorotan atas pengkhianatan negara.
Rakyat mulai bergerak menuntut pertanggungjawaban Jokowi. “Tali Gantung” adalah simbol dari tuntutan agar Jokowi segera diadili. []
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 13 Oktober 2024