Sjafruddin Prawiranegara, Presiden Darurat Republik Indonesia
Karena serangan tiba-tiba itu mereka telah berhasil menawan Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, dan beberapa pembesar lain. Dengan demikian, mereka menduga menghadapi suatu keadaan negara republik Indonesia yang dapat disamakan dengan Belanda sendiri pada suatu saat negaranya diduduki Jerman dalam Perang Dunia II, ketika rakyatnya kehilangan akal, pemimpinnya putus asa dan negaranya tidak dapat ditolong lagi.
Tetapi kita membuktikan bahwa perhitungan Belanda itu sama sekali meleset. Belanda mengira bahwa dengan ditawannya pemimpin-pemimpin kita yang tertinggi, pemimpin-pemimpin lain akan putus asa. Negara RI tidak tergantung kepada Sukarno-Hatta, sekalipun kedua pemimpin itu sangat berharga bagi kita. Patah tumbuh hilang berganti.
Kepada seluruh Angkatan Perang Negara RI kami serukan: Bertempurlah, gempurlah Belanda di mana saja dan dengan apa saja mereka dapat dibasmi. Jangan letakkan senjata, menghentikan tembak-menembak kalau belum ada perintah dari pemerintah yang kami pimpin. Camkanlah hal ini untuk menghindarkan tipuan-tipuan musuh.”
Mantan Presiden De Javasche Bank dan Gubernur Bank Indonesia ini, berusaha mendasarkan sikap dan tingkahlakunya sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw. Ia melihat usahanya dalam mendirikan PDRI sebagai cermin dari imannya kepada Allah. Tokoh Masyumi ini juga berpandangan bahwa pendirian PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) adalah bertujuan untuk menentang kezaliman Orde Lama.
Sjafruddin juga berkeyakinan bahwa Islam dan Komunis tidak bisa duduk bersama-sama dalam forum persatuan perjuangan. Ia kecewa banyak orang yang mengaku Muslim tapi menjadi anggota atau bersimpati kepada Partai Komunis Indonesia. Menurutnya, paham historis materialisme yang menjadi dasar komunisme sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Demikian juga paham tentang pertentangan kelas.
Ia berpandangan bahwa dalam pertentangan negara adi kuasa di dunia ini, Islam akan menjadi juru damai. “Akan menjadi juru damai diantara raksasa-raksasa yang paling dahsyat. Juru damai, tetapi juga…pemenang.”
Masalah itu ia lukiskan secara lebih detil dalam karangan yang ditulisnya di tengah hutan belantara Sumatera Tengah, ketika ia memimpin PDRI. Dalam Bab I buku “Sjafruddin Prawiranegara Kumpulan Karangan Terpilih”, ia tunjukkan bahwa dua negara adikuasa itu masing-masing berusaha untuk menguasai dunia ini. Hingga pada akhirnya akan saling memusnahkan dan sebagai gantinya Islam yang akan tegak kukuh kembali, sebagaimana dulu dalam membimbing umat manusia.
Dalam menganalisis masalah di dunia ini, Sjafruddin menunjukkan peristiwa Isra’ Mi’raj. Dimana ketika mendengar kabar bahwa Rasulullah melakukan Isra’ dan Mi’raj, Abu Bakar langsung mempercayainya tanpa tanya lagi. Karena sebelum peristiwa itu, Rasulullah adalah orang terpercaya dan mendapat kepercayaan kaumnya sehingga digelari Al Amin.
Sjafruddin menolak pernyataan yang menyebutkan bahwa prinsip atau motif ekonomi mendasari tindakan manusia. Ia menyatakan,”Kekayaan (benda) itu hanyalah alat untuk berbakti kepada Allah dan (orang wajib) menyedekahkan sebagian dari kekayaan itu kepada yang membutuhkannya.” Ia melanjutkan,”…tidak mempergunakan kekayaan itu sebagaimana mestinya merupakan dosa terhadap Allah.”
Ia melihat adanya kelemahan akal manusia. “Hendaknya kita sesuaikan akal kepada iman, bukan sebaliknya…dan berbagai kebetulan yang terjadi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia… Karena kebetulan itu berulang-ulang, ini memberi indikasi tentang adanya Tangan Ghaib yang mengatur perkembangan ke arah kemerdekaan itu,” terangnya.