NUIM HIDAYAT

Snouck Hurgronje, Orientalis Pelayan Belanda

Pada 1881 Kruijt mengimbau agar ada seorang dari Hindia Belanda yang terpelajar dan fasih Bahasa Arab diangkat sebagai informan bagi pemerintah Belanda di Makkah dengan menyamar sebagai Jemaah haji. Harapan Kriujt ini nantinya akan terpenuhi.

Pada 1878, Kruijt mengisi kuliah di Amsterdam. Ia menekankan pentingnya pemuda Belanda yang memiliki hasrat dan pengetahuan bahasa untuk menyelidiki Arabia. Hal ini terkait dengan kepentingan Belanda yang mencurigai Makkah sebagai penyebaran Pan Islamisme bagi para haji dari Hindia Belanda. Materi kuliah Kruijt ini kemudian dibukukan dan dibaca oleh Snouck Hurgronje. Gayung pun bersambut. Pada akhir April atau awal Mei, Snouck menyampaikan kesediaannya untuk bergabung bersama Kruijt ke Jeddah.

Kruijt mendekati berbagai lembaga untuk membiayai perjalanan Snouck. KITLV, Institut Kerajaan Belanda untuk Ilmu Bahasa, Negeri dan Masyarakat Hindia, menjamin seluruh pembiayaan perjalanan Snouck. Ikatan Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Provinsi Ultrech menyumbang 500 gulden. Lembaga Ilmu Pengetahuan Belanda bersedia mengucurkan sumbangan senilai 1000 gulden. Dan Menteri Urusan Jajahan, Sprenger van Eyk memberikan uang sebesar 1500 gulden kepada KITLV untuk membiayai perjalanan Snouck ke Makkah.

Pada 6 Agustus 1884, Snouck berangkat bersama Kruijt ke Jeddah dengan menumpang kapal uap Prins Hendrik dan tiba di Jeddah pada 28 Agustus 1884. Ia kemudian tinggal di kantor Konsulat Belanda di sana dan segera memulai pekerjaannya. Snouck memiliki hubungan dengan orang-orang pribumi Hindia Belanda sebagai informannya, salah satunya adalah aristocrat asal Banten, Raden Aboe Bakar Djajadiningrat. Nantinya hubungan Snouck akan terus berlanjut dengan keluarga Aboe Bakar. Kruijt sendiri setahun kemudian meninggalkan Jeddah untuk bertugas di Penang.

Perlu diketahui, Kruijt pernah bekerja sebagai administrator di Aceh selama tahun 1873-1875 dan berpartisipasi dalam politik blockade perairan Aceh yang mengakibatkan kelaparan. Kruijt sendiri menulis buku mengenai politik blockade di Aceh berjudul “Atjeh en Atjehers: Twee Jaren Blockade op Sumatra’s Noordoost Kust” dan diterbitkan pada 1877.

Kiprah Snouck sendiri menjadi kontroversi ketika ia berhasil memasuki Makkah. Berangkat pada 21 Februari 1885 atau 5 bulan setelah menginjakkan kaki di Jeddah, ia memulai perjalanan menuju Makkah bersama Raden Aboe Bakar Djajadiningrat. Ia menginap di rumah Aboe Bakar dan tanpa membuang waktu segera melakukan ritual tawaf, mencium Hajar Aswad dan meminum air Zamzam di malam pertamanya di Makkah.

Snouck kemudian mengisi hari-harinya di Makkah dengan mengunjungi kajian-kajian yang diadakan oleh para ulama di sana. Termasuk ulama seperti Ahmad bin Zaini Dahlan, mufti mazhab Syafi’i di Makkah. Ulama yang sangat dihormati dan dihadiri oleh jamaah dari Hindia Belanda.

Di Makkah, Snouck berhasil menjalin hubungan dengan para ulama dari Hindia Belanda yang telah menetap di Makkah, seperti ulama Betawi, Juneid dari Batavia (Junayd al Batawi). Ia juga mendatangi kajian yang dilakukan oleh ulama terkenal asal Banten, Nawawi al Bantani.

Kepada mentornya De Goeje, Snouck menyadari bahwa dirinya harus menyamar menjadi seorang Musliim dengan mengubah penampiilan dan menjaga jarak dari masyarakat Eropa untuk dapat memasuki kota Makkah: “Tanpa penyesuaian diri hal itu sama sekali tidak mungkin dilakukan; semakin dia beradaptasi dengan masyarakat setempat, semakin sukses penelitiannya. Barangsiapa mencari pengetahuan tentang Islam tanpa mengamalkannya, diduga -menurut keyakinan mayoritas masyarakat- mempunyai niat tidak baik dan mungkin justru menyimpan rencana setan,” tulis Snouck.

Dalam surat pribadinya kepada orientalis Ignaz Goldziher, Snouck juga mengutarakan hal serupa. Surat tersebut menyatakan bahwa keputusannya memeluk agama Islam merupakan jalan baginya untuk dapat memasuki kota Makkah. Tanpa keputusan tersebut, mustahil baginya untuk dapat masuk kota Makkah.

Hasil pengamatan dan pengumpulan data selama di Makkah kemudian diperas menjadi karya yang ditulis Snouck dalam bahasa Jerman, Mekka Mit Bilder Atlas (Mekka, Dengan Gambar Atlas) yang terdiri dari dua jilid. Bagian pertamanya yang terbit tahun 1888, Die Stadt und Ihre Herren (Kota dan Tuannya) dan bagian kedua yang terbit tahun 1889, Aus dem heutigen Leben (Dari Kehidupan Hari Ini).

Dari karya ini, khususnya bagian kedua yang banyak memberi gambaran kehidupan sehari-hari Muslim dari Jawah (Hindia Belanda), kita bisa melihat setidaknya Snouck memenuhii harapan Kruijt yang dapat memberikan pengetahuan mengenai pengaruh Makkah terhadap sisi politik Muslim di Hindia Belanda.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button