Soal Produk Bersertifikat Halal Mengandung Babi, Aisha Maharani: Prosesnya Bermasalah dan Pengawasan Tidak Optimal

Jakarta (SI Online) – Founder dan CEO Halal Corner Indonesia, Aisha Maharani menanggapi adanya temuan makanan bersertifikat halal namun mengandung unsur babi (porcine).
Temuan tersebut terungkap setelah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap sebanyak 11 batch dari 9 produk pangan olahan yang mengklaim bersertifikat halal terbukti mengandung unsur babi (porcine) berdasarkan hasil uji laboratorium dengan parameter DNA dan/atau peptida spesifik porcine.
Dari temuan tersebut, tujuh produk diketahui telah mengantongi sertifikat halal, sementara dua lainnya tidak bersertifikat. Sebagai tindak lanjut, BPJPH langsung mengambil langkah tegas dengan menarik produk-produk tersebut dari peredaran serta memberikan sanksi kepada produsen yang melanggar.
Aisha Maharani menegaskan bahwa permasalahan ini tidak hanya soal kandungan bahan, tetapi juga menyangkut keseluruhan proses produk halal dari hulu hingga hilir.
“Kasus ini bukan sekadar temuan kandungan bahan, melainkan menunjukkan bahwa proses produksi halal yang seharusnya dijaga dari awal hingga akhir belum dijalankan dengan benar,” ujar Aisha dalam keterangan persnya, Selasa (22/4/2025).
Menurut Aisha, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 sebenarnya sudah mengatur dengan rinci peran BPJPH dalam pengawasan. BPJPH berwenang menerima laporan perubahan bahan dan proses produk halal serta memverifikasi implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) oleh pelaku usaha. Namun di lapangan, penerapan SJPH sering kali hanya sebatas memenuhi syarat administrasi tanpa benar-benar diimplementasikan.
“Bahkan dalam program Halal Self Declare, SJPH ini ditiadakan, sehingga pengawasan menjadi tidak optimal,” tambah Aisha.
Lebih lanjut, Aisha mengkritisi sistem sertifikasi halal yang saat ini tidak memiliki masa berlaku. Menurutnya, kebijakan ini membuka celah manipulasi data dan bahan oleh pelaku usaha karena minimnya pengawasan teknis dan prosedural yang jelas.
“Tanpa masa berlaku sertifikat halal, ini seperti jebakan batman. Di permukaan tampak manis, padahal membuka peluang kejahatan dalam industri halal,” tegasnya.
Aisha juga menyarankan agar peraturan dikembalikan seperti semula, yakni dengan masa berlaku sertifikasi halal dua tahun sekali, guna memastikan komitmen berkelanjutan dari pelaku usaha dalam menjaga kehalalan produknya.
Tidak hanya itu, Aisha menyoroti bahwa sebagian besar produk bermasalah berasal dari impor. Ia mengingatkan bahwa akreditasi lembaga halal luar negeri belum sepenuhnya ketat dalam proses kurasi, sehingga perlu evaluasi lebih mendalam.
“Kurangnya koordinasi antara lembaga pemangku sertifikasi halal juga menjadi celah besar yang memungkinkan pelanggaran standar halal terjadi dan baru terungkap setelah beredar luas di masyarakat,” pungkasnya.
Temuan ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak untuk memperkuat sistem jaminan produk halal, mulai dari regulasi, pengawasan, hingga implementasi di lapangan, agar kepercayaan masyarakat terhadap label halal tetap terjaga. [ ]
Baca juga: BPOM dan BPJPH Temukan Tujuh Produk Bersertifikat Halal Tapi Mengandung Babi