Sudah Bisakah Brigadir J Disebut Korban “Pembunuhan”?
Jadi, banyak sekali “musuh” Brigadir J. Boleh dikatakan semuanya “musuh”. Dan dia menghadapi situasi itu sendirian. Tidak mungkinlah bisa menang atau selamat.
Dari sini, kematian Brigadir J dalam terminologi “baku tembak” atau “tembak-menembak”, tidak lagi memiliki landasan etimologi dan kriminologi yang kuat. Pencermatan psikologi sosial menunjukkan publik menghendaki agar kematian ini disebut sebagai “pembunuhan”. Apakah itu “pembunuhan berencana” seperti dicurigai tim kuasa hukum Brigadir J, atau “bukan pembunuhan berencana”, masih harus dibuktikan oleh tim penyidik.
Tulisan ini hanya bertujuan untuk bertanya apakah kematian Brigadir J yang berada di tengah banyak musuh itu, yang berada dalam posisi serbah lemah dari berbagai sudut tinajauan di atas tadi, tidak bisa disebut sebagai “pembunuhan”?
Apakah kita, khususnya media massa, masih akan mengikuti narasi Kepolisian yang menyebut Brigadir J tewas dalam tembak-menembak, atau sudahkah saatnya menggunakan kata “pembunuhan”?
Ini sangat penting mengingat intuisi publik yang bisa diamati dari komentar-komentar di media sosial dan thread komentar media besar (mainstream). Sekali lagi, masyarakat yakin Brigadir J adalah korban pembunuhan.[]
22 Juli 2022
Asyari Usman, Jurnalis, Pemerhati Sosial Politik.
sumber: facebook asyari usman