Sukamta: Perbesar Dana Otsus tak Selesaikan Masalah Papua
Jakarta (SI Online)- Jumlah dana otonomi khusus (Otsus) Papua yang terus meningkat setiap tahunnya dinilai tidak akan menyelesaikan masalah, jika pengelolaannya masih berantakan seperti beberapa tahun terakhir.
Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, sejak pengalokasian tambahan Dana Bagi Hasil (DBH) migas, dana Otsus, dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang mencapai Rp80 triliun lebih sampai 2019 dengan rata-rata 50-60 persen memberikan kontribusi terhadap pendapatan APBD dan disertai dengan diskresi penuh dalam pengelolaannya ternyata tidak berdampak signifikan terhadap perubahan layanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
“Efektivitas dana Otsus rendah, akibat tidak ada rencana strategis yang mengatur perencanaan, pemanfaatan, dan pengelolaan dana Otsus,” ungkap Sukamta melalui pesan tertulis Selasa (31/12/2019).
Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR ini berpendapat, seharusnya dana Otsus Papua dapat meningkatkan belanja daerah dalam mendukung pemberian layanan umum, pembangunan berbagai infrastruktur dasar, serta penyediaan barang dan jasa publik, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Namun, nyatanya layanan publik dan tingkat kesejahteraan masyarakat masih tertinggal bila dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia.
Hal ini dibuktikan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pendapatan per kapita Papua setiap tahun selalu berada di bawah rata-rata IPM dan pendapatan per kapita secara nasional, sementara tingkat kemiskinan berada di atas rata-rata kemiskinan nasional.
“Maka pengelolaan Otsus harus di evaluasi secara menyeluruh,” ungkap politisi lulusan Salford University, Inggris, itu.
Sukamta membeberkan, sesuai UU Nomor 21 tahun 2001, penerimaan DBH Migas Provinsi Papua dan Papua Barat, sekurang-kurangnya 30 persen harus dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan 15 persen untuk biaya kesehatan dan perbaikan gizi.
Faktanya, idang pendidikan di Provinsi Papua dan Papua Barat ternyata hanya 22-23 persen. Sedangkan di bidang kesehatan, realisasi dana Otsus untuk belanja kesehatan rata-rata hanya mencapai 19 persen untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat rata-rata sebesar 12,5 persen.
“Sebagian besar penerimaan Otsus lebih banyak dialokasikan untuk untuk belanja birokrasi pemerintahan (belanja pegawai, serta belanja barang dan jasa),” ungkap politisi dari Dapil DI Yogyakarta itu.
Masyarakat Papua, kata Anggota Tim Pengawas DPR RI untuk Alokasi Daerah Khusus yang meliputi Papua, Papua Barat, DIY, DKI Jakarta dan Aceh itu, tidak mendapatkan pelayanan maksimal dari belanja birokrasi pemerintahan. Karena itu ia menyerankan agar dilakukan efisiensi sektor pemerintahan agar masyarakat Papua merasakan dampak Otsus Papua. Bukan hanya elite pemerintahan yang menikmati.
Sukamta menyarankan, dana Otsus Papua harus dikawal dan diberikan sanksi tegas dan penegakan hukum jika terjadi penyelewengan, menggunakan prinsip efektifitas bukan alokasi gelondongan, lalu pendekatan kinerja, konsep value for money, prinsip good public governance, dan good financial governance.
“Untuk meningkatkan efektivitas layanan publik, maka kualitas SDM penyedia dan pengelola layanan publik harus ditingkatkan, adanya rencana strategis dan prioritas penggunaan dana Otsus,” pungkas Sukamta.
Red: shodiq ramadhan