Sulitnya Minoritas Muslim India: “Saya Tidak Yakin Bisa Salat Jumat di Mana Saja”
“Bagaimana mungkin mengamalkan agama saya atau melakukan shalat Jumat seminggu sekali selama 15 hingga 20 menit itu menyakiti siapa pun?” ujar dia kepada Al Jazeera.
“Ini adalah contoh yang jelas tentang betapa radikalnya mereka yang disebut pengunjuk rasa ini. Ini adalah contoh nyata dari kebencian mereka terhadap Muslim,” papar dia.
November lalu, Menteri Dalam Negeri India Amit Shah, saat meluncurkan kampanye pemilu BJP di negara bagian utara Uttarakhand, mengatakan partai oposisi utama telah mempraktikkan “politik peredaan” dengan mengizinkan saalat Jumat di jalan.
“Sebelumnya, ketika saya datang ke sini selama pemerintahan Kongres, beberapa orang mengatakan kepada saya bahwa pemerintah telah mengizinkan jalan raya untuk saalat pada hari Jumat. Kongres hanya melakukan perbedaan dan tidak dapat melakukan pekerjaan kesejahteraan bagi rakyat Uttarakhand,” ujar dia.
Tapi warga Gurugram Shehzad Khan, anggota kelompok lokal yang disebut Muslim Ekta Manch (Forum Persatuan Muslim), mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka salat Jumat di tempat terbuka “karena paksaan”.
“Jumlah masjid di Gurgaon sangat terbatas. Makanya kita harus salat di tempat terbuka,” ungkap dia.
Khan mengatakan mayoritas komunitas Hindu di kota itu tidak menentang umat Islam yang salat di tempat-tempat ini. “Hanya segelintir orang yang menciptakan ketidakharmonisan komunal,” tutur dia.
Pengacara Kulbhushan Bhardwaj, salah satu penyelenggara acara Jumat, ketika ditanya tentang ritual Hindu yang diadakan pada hari biasanya umat Islam salat Jumat, berujar, “Kami belajar ini dari Muslim.”
“Mereka (Muslim), alih-alih melakukan salat di masjid mereka, salat di ruang terbuka tanpa peduli dengan hukum atau pemerintah,” ungkap dia kepada Al Jazeera.
Rajiv Mittal, juru bicara kelompok Hindu di balik acara tersebut, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka tidak menentang “Muslim yang melakukan salat” tetapi menentang “salat diadakan di ruang terbuka tanpa izin”.