JEJAK SEJARAH

Sunatullah dalam Sejarah Islam: Bangkit, Jaya Lalu Runtuh

Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan merupakan hal yang baru bagi tradisi Arab. Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.

Dinasti Umayyah berdiri tidak terlepas dari konflik yang terjadi pada masa kepemimpinan Sahabat Ali bin Abi Thalib. Pihak-pihak yang tidak puas dengan keputusan yang diambil saat itu dan pemerintahan saat ini menjadi gerakan oposisi dalam tubuh pemerintahan. Akibatnya, kekuatan pemerintahan banyak tersedot untuk mengatasi masalah ini.

Kekuatan pemerintah juga banyak tersedot dalam mengatasi semakin meruncingnya pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan suku Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam. Selain itu, keangkuhan yang bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah, sehingga menganggap golongan non-Arab (mawali) sebagai inferior, menimbulkan ketidakpuasaan pemerintahan ini.

Sikap hidup mewah di lingkungan istana—khususnya saat akhir-akhir masa dinasti ini—menjadikan anak-anak khalifah yang kelak akan meneruskan pemerintahan tidak sanggup memikul beban berat pemerintahan. Ini menunjukkan perhatian yang sangat kurang terhadap agama sehingga golongan agama sangat kecewa.

Poin-poin kedua sampai dengan ketiga di atas menjadi peluang bagi penggulingan (kudeta) yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abdul Muthalib. Sehingga kudeta yang dipimpin oleh Abdullah Al-Saffah (penumpah darah) berhasil mengakhiri Dinasti Umayyah, dan mendirikan Dinasti Abbasiyyah.

Dapat dibilang bahwa Dinasti Abbasiyyah melanjutkan pemerintahan sebelumnya. Dengan demikian, sistem pemerintahan dan aspek lainnya dalam pemerintahan banyak yang sama. Hanya terdapat pengembangan di sana-sini untuk menyesuaikan perubahan politik, sosial, dan budaya saat itu.

Pencapaian yang diraih pun hampir sama, meliputi ekspansi wilayah, perkembangan ilmu pengetahuan, infrastruktu, manajemen administrasi pemerintahan, dan arsitektur. Bahkan pada masa inilah ilmu pengetahuan berkembang pesat sehingga melahirkan pakar-pakar yang namanya mendunia, seperti Nu’man bin Tsabit, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris, Ahmad bin Hambal, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan lain sebagainya. Pada masa ini pula, Islam mencapai masa yang disebut dalam sejarah sebagai The Golden Age.

Dinasti Abbasiyyah berakhir dengan jatuhnya pusat kotanya, Baghdad, pada 1258 M oleh serangan bangsa Mongol. Sebelum jatuh sebenarnya dinasti sudah dimenunjukkan kelemahan dan kemundurunnya.

Kelemahan dan kemunduran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: persaingan antarbangsa, kemerosotan ekonomi, konflik keagamaan, dan ancaman dari luar (Yatim, 2016, hlm. 81–85).

Setelah kejatuhan Abbasiyyah pemerintahan Islam dilanjutkan oleh dinasti-dinasti yang tersebar di Persia, Spanyol, India, dan Turki. Dinasti-dinasti ini pun mengalami pasang-surut yang sama dengan dinasti-dinasti sebelumnya yang telah runtuh.

Demikian sejarah Islam. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sejarah membawa kita pada pengetahuan bagaimana alam semesta ini berkerja. Alam semesta bekerja dengan mengulang-ulang sejarah dalam wajah berbeda dari masa ke masa yang lain. Namun esensi yang terjadi sama; kebangunan, keemasan, kelemahan, kemunduran, dan keruntuhan.

Demikianlah sunatullah yang berlaku pada umat-umat terdahulu, sekarang, dan mendatang. Manusia yang dibekali potensi akal dan hati dapat mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa sejarah. Bahkan Al-Qur’an mengisahkan umat-umat terdahulu bertujuan agar kita mengambil pelajaran darinya.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button