Suruh Pengkritik Pindah, Apa Negara Ini Punya Nenek Moyang Luhut?
Belum lagi carut-marut politik dan demokrasi akibat tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Jokowi. Anaknya, Gibran, dia paksakan menjadi cawapres lewat kekuasaan Paman Usman di MK. Kaesang Pangarep langsung duduk sebagai ketua umum Partai Siolidaritas Indonesia (PSI) tanpa proses demokrasi. Dan dia baru dua hari menjadi anggota partai itu. Di pemilu 2024 ini, ada indikasi perolehan suara PSI digelembungkan.
Pemilu 2024, khususnya Pilpres, penuh kecurangan. Kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Sirekap KPU berindikasi rekayasa. Kemudian, Jokowi menggelontorkan Bansos sembako dan BLT sebesar hampir 500 triliun menjelang pemilu-pilpres. Para pakar psikologi sosial berpendapat Bansos ini menguntungkan Prabowo-Gibran. Apakah ini tidak perlu dikritik?
Lain lagi penunjukan Plt (pelaksana tugas) kepala daerah. Mungkinkah ratusan Plt yang ditunjuk itu bekerja untuk memuluskan selain paslon 02?
Selanjutnya Omnibus Law Cipta Kerja yang tak kunjung memudahkan rakyat dapat kerja. Yang diuntungkan hanya pemodal. Buruh semakin parah. Tidakkah ini harus dikritik?
Contoh lain inkompetensi Jokowi adalah ugal-ugalan di sektor pertambangan. Dunia pertambangan menjadi eksklusif, tertutup, serba tidak jelas, dan banyak permainan. Ini tanggung jawab siapa, Pak Luhut? Bukan Jokowi, ya?
Dari uraian ini, tampaknya rakyat akan tertawa mendengar Luhut yang menyuruh pengkiritik pindah dari Indonesia. Mereka pasti akan bertanya, apakah negara ini punya nenek moyang Luhut?[]
17 Maret 2024
Asyari Usman, Jurnalis Senior Freedom News
sumber: facebook asyari usman