Syariah Lindungi Minoritas
Tidak Boleh Dizalimi
Sebagai warga Negara Islam, hak-hak orang non-Muslim dijamin oleh Islam. Bahkan Islam mengancam siapa saja yang melakukan kezaliman kepada mereka, atau menciderai hak-hak mereka. Nabi Saw bersabda: “Siapa saja yang berbuat zalim kepada orang Kafir Mu’ahad, mengurangi haknya, membebaninya melebihi kemampuannya, atau mengambil hak miliknya tanpa seizin mereka, maka aku akan menjadi pembelanya pada Hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud dan al-Baihaqi).
Sahal bin Abi Hatmah menuturkan, bahwa ada beberapa orang dari kaum Anshar bertolak ke Khaibar. Mereka berpencar, tiba-tiba mereka mendapati salah seorang di antara mereka terbunuh. Mereka mengatakan kepada orang-orang yang temukan: “Kalian telah membunuh teman kami.” Mereka menjawab: “Kami tidak membunuh, dan kami tidak tahu, siapa pembunuhnya?” Mereka pun bertolak kepada Nabi, seraya berkata: “Ya Rasulullah, kami berangkat ke Khaibar, lalu kami menemukan salah seorang di antara kami terbunuh.” Nabi bersabda kepada mereka: “Yang paling tua, majulah! Yang paling tua, majulah!” Nabi bertanya lagi kepada mereka: “Kalian bisa mendatangkan bukti, siapa yang membunuhnya?” Mereka menjawab: “Kami tidak mempunyai bukti.” Nabi bersabda: “Kalau begitu, mereka harus bersumpah.” Orang-orang Anshar itu berkata: “Kami tidak bisa menerima sumpah orang-orang Yahudi.” Rasul pun enggan menyia-nyiakan darahnya, maka Baginda Saw membayar diyat orang tersebut dengan 100 onta sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari sini tampak, bahwa Rasulullah Saw telah melakukan apa yang tidak terbayangkan oleh siapapun. Bahkan, Beliau telah membayarkan sendiri diyat-nya dari harta kaum Muslim agar bisa meredam kemarahan kaum Anshar, dan tidak menzalimi orang-orang Yahudi. Dalam kondisi seperti ini, Negara Islamlah yang justru mengambil alih tanggung jawab tersebut, sehingga tidak ada satu sanksi (jinayah) yang diterapkan kepada orang Yahudi tersebut sementara di dalamnya masih terdapat syubhat.
Hartanya Terlindungi
Islam benar-benar menjamin harta non-Muslim. Harta mereka diharamkan diambil atau dikuasai dengan cara yang batil, baik dicuri, dirampas, dirampok atau bentuk-bentuk kezaliman yang lain. Secara nyata, kebijakan tersebut tampak pada zaman Nabi Saw kepada penduduk Najran: “Penduduk Najran dan keluarga mereka berhak mendapatkan perlindungan Allah, dan jaminan Muhammad utusan Allah, baik harta, agama maupun jual-beli mereka, serta apa saja yang ada dalam kekuasaan mereka, baik kecil maupun besar.” (HR. al-Baihaqi)
Bahkan, di antara kebijakan yang sangat menakjubkan terhadap hak minoritas non-Muslim yang dijamin oleh Negara Islam dari Baitul Mal, ketika kondisi mereka lemah, tua atau miskin. Abu ‘Ubaid dalam kitab Al Amwal menuliskan bahwa Abu ‘Ubaidah meriwayatkan dari Sa’id bin al-Musayyab, dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah telah memberikan sedekah untuk keluarga orang Yahudi, yang dikirimkan kepada mereka.”
Fakta Sebaliknya
Sejarah telah membuktikan kehidupan non-Muslim dibawah naungan Syariat Islam. Mereka hidup dengan tenang, aman, makmur dan sejahtera. Karena itulah tak mengherankan bila orang-orang Kristen justru membantu penaklukan Mesir. ‘Amr bin ‘Ash membiarkan penganut Kristen Koptik (Qibti) dengan agama mereka. Karena itulah di kemudian hari ada Sekjen PBB bernama Boutros Boutros Ghali yang berasal dari Mesir dan beragama Kristen Koptik. Jika saat penaklukan, orang-orang Kristen Koptik dibantai oleh pasukan Amr tentu tidak akan pernah dikenal nama Boutros Botros Ghali.
Sementara penaklukan Spanyol oleh Panglima Thariq bin Ziyad juga atas ‘undangan’ dari Akhila –putra mahkota di Semenanjung Iberia- agar Thariq menyerang Spanyol dan mengalahkan Raja Roderick.
Pada masa kekhalifahan Turki Utsmani orang-orang Yahudi yang terusir di Barat, berbondong-bondong masuk ke wilayah Islam. Mereka datang dari Polandia, Austria, Jerman dan Italia. Kepindahan mereka mencapai puncaknya saat terjadi pengusiran Yahudi dari Spanyol pada 1492. Negara Islam menyambut mereka dengan toleransi yang tinggi, hingga hampir di setiap pelosok terdapat imigran Yahudi. Di Salonika lebih dari 60% penduduknya Yahudi.
Fakta ini berkebalikan dengan kondisi ketika umat Islam minoritas. Saat Spanyol kembali jatuh ke tangan orang-orang Kristen, umat Islam dimurtadkan, diusir bahkan dibantai melalui Pengadilan Inkuisisi. Saat ini di Indonesia, di daerah-daerah yang non-Muslimnya mayoritas atau bahkan fifty-fitypun, umat Islam juga menerima perlakukan yang tidak adil. Di Ambon dan Poso, hingga kini umat Islam terus dibayang-bayangi serangan dari non-Muslim. Jangan-jangan nanti akan ada istilah Muslim Dzimmi?.
(Shodiq Ramadhan)