Syekh Arsyad Al Banjari, Ulama Besar Kalimantan
Kerapatan Kadi memiliki pejabat pengadilan yang berjenjang dari tingkat provinsi hingga desa. Kadi pengadilan agama berada di tingkat provinsi, khalifah tingkat kabupaten, penghulu tingkat kecamatan, dan kaum di tingkat desa. Sejak saat itu, Banjar memiliki sistem peradilan yang terstruktur dan modern.
Arsyad juga membangun perkampungan kecil bernama Dalam Pagar yang khusus menampung para santri belajar agama Islam. Ia membuat model pendidikan yang mengintegrasikan pemukiman dengan sarana belajar dalam satu lokasi. Sejak saat itu warga Kalimantan mulai mengenal pondok pesantren.
Di pesantren itu, Arsyad mengajarkan ilmu agama, pertanian hingga perdagangan. Banyak lulusan pesantren itu yang menjadi ahli agama sekaligus saudagar. Mereka berdakwah di seluruh pelosok Kalimantan, bahkan sampai Malaysia dan Brunei Darussalam.
Selain aktif berdakwah, Syekh Arsyad juga rajin menulis kitab, dari fikih hingga tasawuf. Sebagian besar kitab ditulisnya dalam bahasa Melayu, karena saat itu banyak masyarakat yang tidak paham bahasa Arab. Kitab-kitab Arsyad cepat menyebar ke berbagai daerah dan menjadi acuan di sejumlah pondok pesantren.
Meski begitu dakwah Arsyad tidak mudah. Ia banyak ditentang kelompok bangsawan Banjar saat itu. Salah satu sebabnya, Arsyad kerap mengkritik para bangsawan yang masih gemar melakukan ritual, memberikan sesaji kepada makhluk ghaib.
Arsyad menilai ritual itu mengandung dua kesalahan, mempercayai makhluk ghaib sebagai penyelamat dan membuat makanan terbuang sia-sia. Dalam kitab Tuhfaturraghibin ia menyatakan ritual adat itu sebagai bidah.
Arsyad meninggal pada usia 102 tahun, 13 Oktober 1812. Ia dimakamkan di Desa Kalampayan Tengah, Astanbul, Banjar. Di atas makam itu lalu dibangun Masjid Syekh Muhammad Arsyad al Banjari.
Banyak karya Arsyad yang terkenal, di antaranya adalah “Fatwa Sulaiman Kurdi.” Buku ini adalah kumpulan dialog antara Arsyad dan gurunya Syekh Sulaiman Kurdi. Isinya tentang hukum memungut pajak dari rakyat di Kerajaan Banjar. Kitab ini ditulis dalam bahasa Arab, tapi dilengkapi dengan terjemahan bahasa Melayu.
Kitab lainnya yang terkenal antara lain: Tuhfaturraghibin, Luqthatul Ajlan, Qaulul Mukhtashar, Kanzul Ma’rifah dan Sabilul Muhtadin ditulis dalam bahasa Arab Melayu. Dari 20 buku yang ditulis Syekh Arsyad, kitab Sabilul Muhtadin adalah kitabnya yang paling terkenal. Hingga saat ini kitab ini menjadi kajian di berbagai lembaga Islam.
Pemikiran Syekh Arsyad yang dianggap melampaui zamannya antara lain zakat produktif. Arsyad menganjurkan zakat berupa benda yang mampu mendorong mustahik menjadi produktif dan akhirnya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Salah satunya bisa berupa zakat kebun untuk dikelola, sehingga penerima zakat memperoleh penghasilan. Arsyad memaknai zakat sebagai sistem untuk menciptakan keadilan sosial. []
Nuim Hidayat, Penulis Buku Imperialisme Baru