Syirik Sistemik: Puncak Kezaliman dan Kerusakan
وَقَالَ الَّذِيْنَ اسْتُضْعِفُوْا لِلَّذِيْنَ اسْتَكْبَرُوْا بَلْ مَكْرُ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ اِذْ تَأْمُرُوْنَنَآ اَنْ نَّكْفُرَ بِاللّٰهِ وَنَجْعَلَ لَهٗٓ اَنْدَادًا ۗوَاَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَاَوُا الْعَذَابَۗ وَجَعَلْنَا الْاَغْلٰلَ فِيْٓ اَعْنَاقِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْاۗ هَلْ يُجْزَوْنَ اِلَّا مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Orang-orang yang dianggap lemah (tertindas, dimarjinalkan) berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri (berkuasa), “(Tidak!) Sebenarnya tipu daya(-mu) pada waktu malam dan siang (yang menghalangi kami) ketika kamu menyuruh kami agar kufur kepada Allah dan menjadikan tandingan-tandingan (andaad) bagi-Nya.” (Kedua kelompok itu) menyembunyikan penyesalan ketika melihat azab dan Kami pasangkan belenggu di leher orang-orang yang kufur. Bukankah mereka (tidak) akan dibalas, melainkan (sesuai dengan) apa yang telah mereka kerjakan? (QS 34: 33)
Di antara yang menjadi dalih yang selalu dipakai dalam pelestarian kemusyrikan yang sistemik ini adalah mempertahankan warisan/tradisi leluhur (QS 5: 103-104, QS 7: 28, QS 10: 78, QS 43: 22-23).
وَكَذٰلِكَ مَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِيْ قَرْيَةٍ مِّنْ نَّذِيْرٍۙ اِلَّا قَالَ مُتْرَفُوْهَآ ۙاِنَّا وَجَدْنَآ اٰبَاۤءَنَا عَلٰٓى اُمَّةٍ وَّاِنَّا عَلٰٓى اٰثٰرِهِمْ مُّقْتَدُوْنَ
Demikian juga ketika Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) ke suatu negeri. Orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, “Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami atas suatu umat (budaya, tradisi, agama) dan kami hanyalah pengikut jejak mereka. (QS 43: 23)
Maraknya (massif) perilaku syirik yang terjadi pada suatu masyarakat/bangsa akibat pengaruh kekuasaan ini merupakan puncak kerusakan (fasaad) di segala aspek kehidupan masyarakat/bangsa tersebut.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
قُلْ سِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلُۗ كَانَ اَكْثَرُهُمْ مُّشْرِكِيْنَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia (an-naas), sehingga Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah, “Bepergianlah kalian di bumi, lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan mereka adalah musyrikin (=para pelaku syirik). (QS 30: 41-42)
Ayat 41 dan 42 dari surah Ar-Ruum di atas menggambarkan betapa besarnya dampak kerusakan (zhoharo al-fasaad) yang diakibatkan oleh ulah masyarakat (an-naas). Bagaimana hal ini bisa terjadi, manusia diminta untuk melakukan pengamatan lapangan (siiruu fil-ardhi fanzhuruu) tentang bagaimana kehidupan masyarakat/bangsa tersebut di masa lalu (pengetahuan tentang karakter, kultur, sosial dan politik). Al-Qur’an telah memberikan petunjuk (guidance) bahwa semua itu memiliki pola yang sama, yaitu tidak lain diakibatkan oleh massivnya kemusyrikan (kaana aktsaru-hum musyrikiin).
Dalam Ensiklopedia Makna Al-Qur’an, kata Al-fasaad diartikan sebagai sesuatu yang melewati batas kewajaran. Lawan katanya shalaah (kebajikan, terkait dengan kata al-ishlaah = perbaikan). Lebih lanjut dalam konteks ayat di atas, al-fasaad fi al-ardhi, dapat berarti berkembangnya fitnah yang mengakibatkan merosotnya kehidupan dan timbulnya dekadensi akhlak, tersiarnya kebodohan, dan tidak adanya pemikiran yang benar.
Kata al-fasaad ini juga berkaitan dengan kata faasid yang berarti korup (corrupt), sehingga kata al-fasaad ini juga mencakup makna korupsi (corruption).
Kata korupsi sendiri berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Al-Qur’an telah memberikan solusi atas permasalahan tersebut pada ayat berikutnya (43) dari surah Ar-Ruum, yang merupakan solusi yang sistemik, karena permasalahan yang sitemik haruslah diatasi dengan solusi yang sistemik pula.