LAPORAN KHUSUS

Pilpres 2019: Tanding Ulang Prabowo-Jokowi

Rematch Prabowo-Jokowi terjadi lagi dalam pemilihan presiden 2019. Kompetisi makin menarik di tengah gegap gempita gerakan #2019GantiPresiden dan antusiasme umat terhadap rekomendasi Ijtima’ Ulama.

Kamis malam, 9 Agustus 2018, semua teka-teki akhirnya terjawab. Dramaturgi pemilihan calon wakil presiden dari kubu Jokowi dan Prabowo usai sudah. Jokowi memilih Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin sedangkan Prabowo memilih Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Cawapres.

Pasangan Jokowi-Ma’ruf diusung oleh PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, dan Hanura. Dukungan juga dikantongi dari PKPI, PSI, dan Partai Perindo. Sementara, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga diusung oleh empat partai politik yaitu Partai Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat. Partai Berkarya yang dipimpin Tommy Soeharto juga mendukung pasangan ini.

Munculnya nama Jokowi dan Prabowo sebagai capres 2019 memang tak terlalu mengejutkan. Dua tokoh politik ini setahun belakangan memang sudah diprediksi bakal rematch di Pilpres 2019. Bahkan, hasil riset banyak lembaga survei, menempatkan Jokowi dan Prabowo sebagai tokoh yang paling potensial maju di pilpres dibanding tokoh lainnya. Selain memiliki modal elektabilitas yang tinggi, baik Prabowo dan Jokowi juga dinilai memiliki basis massa yang kuat serta punya dukungan partai-partai koalisi.

Justru, sorotan publik tertuju pada sosok cawapres masing-masing. KH Ma’ruf Amin (75) sebagai cawapres Jokowi, dan Sandiaga Uno (49) sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Munculnya Kyai Ma’ruf Amin sebagai cawapres Jokowi memang tidak diduga sebelumnya. Walaupun nama Ketua Umum MUI itu termasuk dalam daftar 10 Cawapres Jokowi. Masyarakat sempat mengira cawapres Jokowi adalah Mahfud MD. Ini berdasarkan ‘bocoran; dari Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romi sudah mengeluarkan cuitan melalui akun twitternya yang mengarah kepada Mohammad Mahfud MD.

Dan memang benar. Mahfud MD adalah orang yang dimaksud. Apalagi Mahfud sudah mendapatkan Surat Keterangan Tidak Pernah sebagai Terpidana dari PN Sleman, Yogyakarta, pada 8 Agustus 2018.

Menurut pengakuan Mahfud MD di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) Selasa malam (14/08), kepastian bila dirinya ditunjuk sebagai Cawapres Jokowi, sudah dikabarkan oleh Mensesneg Pratikno sejak 1 Agustus 2018. Semua urusan terkait pendaftaran, berkas-berkas seperti biodata (curriculum vitae), hingga ukuran baju yang akan dipakai saat pendaftaran ke KPU pun sudah disiapkan. Skenario pendaftaran juga sudah disampaikan kepadanya.

Menjelang deklarasi, pada Kamis petang, mantan Ketua MK itu bahkan sudah diminta berada tidak jauh dari lokasi deklarasi cawapres Jokowi di Restoran Plataran, Menteng, Jakarta Pusat.

Namun apa mau dikata, di menit-menit terakhir deklarasi, Jokowi bersama sembilan partai pendukung justru sepakat memilih Ketua MUI KH Ma’ruf Amin sebagai cawapresnya. Kata anak muda sekarang, Mahfud jadi korban PHP alias Pemberi Harapan Palsu. Seperti pasangan yang gagal menikah. Syarat-syarat sudah disiapkan, handaitaulan sudah diberitahu, walimah siap digelar, tapi ternyata gagal ke KUA.

“Nggak kecewa, kaget saja. Saya nggak sakit hati,” aku Mahfud saat ditanya wartawan. Batal ditunjuk sebagai Cawapres, Mahfud akhirnya kembali ke kantornya di Jalan Kramat VI No. 18, Senen, Jakarta Pusat. Melalui siaran langsung televisi pada Kamis malam, Mahfud dan timnya menyaksikan konferensi pers Jokowi dan pimpinan partai koalisi yang menunjuk Kyai Ma’ruf Amin sebagai Cawapres.

Sementara itu, tak jauh dari Kantor Mahfud, di Kantor PBNU, KH Said Aqil Siradj bersama sejumlah pengurus dan staf kantor PBNU juga bersama-sama menyaksikan konferensi pers Jokowi. Suasana langsung bergemuruh saat Jokowi menyebut Kyai Ma’ruf Amin sebagai Cawapresnya. Tepuk tangan, ucapan hamdalah, takbir dan shalawat pun bergemuruh di ruangan Said Aqil. Segera Said Aqil memimpin doa.

Sementara di kubu Prabowo, nama Sandiaga Uno sudah dipilih oleh oleh Ketua Umum Partai Gerindra itu beberapa hari sebelumnya. Sandi dipilih setelah dua opsi nama yang ditawarkan sebagai hasil Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF Ulama), Ketua Majelis Syuro PKS Habib Salim Segaf Al Jufri dan mubaligh Kondang Ustaz Abdul Shomad (UAS), tidak dapat dieksekusi. Habib Salim tidak dapat diterima oleh salah satu partai koalisi, sementara UAS tidak mau dicalonkan. Buntu.

Agak mengejutkan, sebab baik Prabowo maupun Sandi berasal dari partai yang sama yakni Gerindra. Prabowo Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Gerindra, sementara Sandi adalah Wakil Ketua Dewan Pembina. Agar tidak satu partai dan bisa diterima oleh anggota koalisi, Sandi diperintahkan untuk bukan hanya mundur dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina tetapi juga dari keanggotaan Gerindra.

Luar biasa, Sandi ternyata tidak ingin setengah-setengah dalam berjuang. Bukan hanya mundur dari Gerindra, Sandi pun juga mundur dari jabatannya sebagai Wagub DKI Jakarta meskipun ada opsi sekadar cuti.

“Proses ikhtiar seluruh Indonesia ini mahaberat tidak bisa ‘disambi-sambi’, tidak bisa ambil cuti. Saya juga dari awal tidak ingin menggunakan fasilitas negara dalam berikhtiar,” kata Sandi sehari setelah pendaftaran Capres-Cawapres.

Penunjukan Sandi sebagai cawapres bukan tanpa polemik. Munculnya nama Sandi membuat merah kuping ‘kawan baru’ koalisi, yakni Partai Demokrat. Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief berkicau di Twitter dengan menyebut Prabowo sebagai ‘Jenderal Kardus’.

Istilah ‘Jenderal Kardus’ merujuk pada sikap Prabowo yang akhirnya lebih memilih Sandiaga Uno berdasarkan mahar uang yang diberikan ke PKS dan PAN yang disebutnya senilai masing-masing 500 milyar. Andi Arief menuding mental Prabowo sebagai pensiunan Jenderal ambruk lantaran duit Sandiaga Uno. Sebagai pengurus Demokrat, Andi Arief nampak kecewa karena Prabowo tidak memilih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Cawapresnya.

Gara-gara cuitan Andi Arief ini, hubungan Demokrat dengan partai koalisi pendukung Prabowo memanas. Bukan hanya Andi Arief, beberapa politisi Demokrat juga ikut menyerang Gerindra. Dukungan Demokrat yang sebelumnya sudah disampaikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono terancam kandas. Untuk menjaga hubungan baik dan meluruskan isu akibat cuitan Andi Arief, Prabowo sampai harus kembali menemui SBY di kediamannya, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis pagi (09/08).

Secara perhitungan jumlah kursi, koalisi tiga partai yang mendukung Prabowo sebenarnya sudah aman. Bahkan Lebih dari cukup. Justru Demokrat yang berada di posisi sulit.

Bagi Demokrat, bergabung ke koalisi Jokowi merupakan “hil yang mustahal.” Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri hingga kini belum bisa menerima SBY. Selama masih ada Mega, SBY pasti ditolak. Walaupun SBY mengaku sudah berhubungan lama dengan Jokowi merancang koalisi Pilpres 2019. Ibaratnya, koalisi Jokowi sudah tutup warung. Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyebut Demokrat sudah kehabisan waktu alias terlambat.

Sementara jika mengambil posisi abstain seperti Pilpres 2014 lalu, Demokrat akan terkena sanksi tidak boleh mengikuti Pemilu pada 2024. Bagai makan buah simalakama.

Meski sempat memanas dan hingga saat ini belum clear betul,–walaupun tuduhan mahar 500 milyar ke PAN dan PKS tidak dapat dibuktikan dan sudah dibantah—toh pada akhirnya Demokrat tetap mendukung Prabowo-Sandi. Jumat pagi (10/08), sebelum Prabowo-Sandi menuju ke Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, untuk melakukan shalat Jumat dilanjutkan dengan mendaftarkan diri ke KPU, Demokrat menyatakan bergabung dengan koalisi Prabowo.

Mendengar kabar bergabungnya Demokrat, Ketua Dewan Kehormatan PAN HM Amien Rais yang sudah berada di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara pun langsung sujud syukur.

Singkat cerita, pada Jumat 10 Agustus 2018, dua pasang Capres-Cawapres akhirnya mendaftarkan diri ke KPU di Jl Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat. Pasangan Jokowi dan Kyai Ma’ruf Amin mendaftar sebelum shalat Jumat. Mereka berangkat dari Gedung Joang 45 di Jalan Menteng Raya. Sedangkan pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno mendaftar seusai shalat Jumat. Mereka berangkat dari Masjid Agung Sunda Kelapa. KPU menyatakan surat pencalonan kedua pasangan itu sama-sama lengkap.

Ada yang unik dalam pendaftaran kedua pasang Capres-Cawapres. Jika Jokowi-Ma’ruf diantar oleh putri Presiden pertama, yakni Megawati Soekarnoputri, maka Prabowo-Sandi diantar oleh satu putri Presiden pertama yakni Rachmawati Soekarnoputri, satu putri presiden kedua yakni Titiek Soeharto dan dua putra presiden keenam yakni Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono.

#2019GantiPresiden

Melihat komposisi dua pasangan Capres-Cawapres, banyak kalangan berharap Pilpres 2019 akan berlangsung lebih sejuk dan menyenangkan dibandingkan Pilpres sebelumnya. Apalagi kedua pasangan sama-sama akan mengangkat persoalan ekonomi sebagai isu dan program yang akan dijadikan sebagai bahan kampanye.

Menurut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Pilpres 2019 ini tidak akan terjadi benturan yang terlalu kuat. Sebab secara simbolik justru Jokowi yang mengambil ulama sebagai Cawapres. Sementara Prabowo yang diduga akan berpasangan dengan ulama, justru tidak menunjuk ulama sebagai pasangannya.

Kyai Ma’ruf Amin yang merupakan ulama besar Indonesia saat ini sekaligus keturunan dari ulama besar Syaikh Nawawi Al Bantani, akan sangat dijaga dan dihormati oleh kubu sekaligus pendukung Prabowo. Tidak akan ada serangan-serangan negatif yang dialamatkan kepada Kyai Ma’ruf.

Berbeda jika Prabowo yang mengambil calon wakilnya dari kalangan ulama sebagaimana rekomendasi Ijtima’ Ulama. Sebagaimana yang sudah-sudah, kubu Jokowi yang dengan bangga disebut dan menyebut diri mereka sebagai “cebong”, tentu akan menyerang dan menghujat habis-habisan. Dengan berbagai dalih.

Karena itu bisa dipahami jika sesaat setelah Jokowi mengumumkan Kyai Ma’ruf sebagai Cawapresnya, para cebonger dan Ahoker di kubu Jokowi diam tak mampu berkata apa-apa (speechless) untuk selanjutnya menyatakan golput dalam Pilpres 2019.

Betapa kecewanya para cebonger dan ahoker, sosok yang pernah mereka maki-maki dan sosok utama yang mereka nilai telah mengantarkan Ahok masuk penjara atas kasus penistaan agama, kini menjadi Calon Wakil Presiden yang harus mereka dukung dan perjuangkan untuk menang. Dan betapa malunya mereka taktala dibuka kembali jejak digital bagaimana komentar-komentar negatif mereka terhadap ulama. Kini mau tidak mau mereka akan menjilat ludah sendiri. Jatuhnya mental “pasukan” lawan ini sangat menguntungkan kubu Prabowo-Sandi.

Anggapan bahwa petahana sulit untuk dikalahkan insyaallah dapat dipatahkan. Fakta membuktikan, di sejumlah Pilkada calon petahana bisa di kalahkan. Untuk sekadar menyebut contoh: Gubernur Banten Rano Karno, Gubernur DKI Jakarta Ahok, Wagub Jatim Gus Ipul, adalah beberapa petahana yang bisa dikalahkan oleh lawan politiknya.

Meskipun nyaris semua kekuatan sumber daya saat ini dikuasai oleh petahana, tetapi semangat masyarakat untuk mengganti Presiden sangatlah besar. Gerakan #2019GantiPresiden yang semula hanya muncul sebagai tanda pagar (hastag) di media sosial yang kemudian dicetak menjadi kaos, kini menjadi gerakan yang luar biasa dahsyat. Semangat ganti presiden telah masuk hingga ke pelosok negeri.

Gerakan masyarakat ini kemudian mendapat dukungan spiritual dengan adanya Ijtima Ulama yang dikomandoi oleh ulama kharismatis Betawi KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie. Kepatuhan umat terhadap komando Imam Besar Umat Islam Habib Muhammad Rizieq Syihab dari Makkah Al Mukaromah juga menjadi kekuatan besar untuk perubahan pada Pilpres 2019. Habib Rizieq yang merupakan salah satu korban kriminalisasi rezim Jokowi tentu tidak akan mengarahkan umat untuk mendukung calon yang telah mengriminalisasi para ulama dan aktivis Islam serta membubarkan ormas Islam sekalipun calon tersebut didampingi oleh ulama sebagai calon wakilnya.

Belum lagi kondisi perekonomian masyarakat yang kian sulit. Emak-emak yang terus menjerit karena kebutuhan-kebutuhan pokok yang harganya makin melangit, di saat yang sama lapangan kerja makin sempit, akan mendorong mereka untuk bersama-sama melakukan perubahan. Kaum milenial yang akrab dengan dunia digital juga akan memilih calon pemimpin yang muda, shaleh, cerdas, sukses dan juga tampan yang melekat pada diri Sandiaga Uno.

[shodiq ramadhan]

Artikel Terkait

Back to top button