Takjil War, Tren Baru di Bulan Ramadhan
Khalifah juga memerintahkan takmir masjid menyalakan lampu menara dan mengajak warga menghiasi kota dengan lampu warna-warni, sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia terhadap datangnya bulan Ramadan. Turkis delight, dibagikan elit pasukan janisari pada masyarakat, sebagai makna simbolik bahwa mereka berjihad untuk menebarkan rahmat, bukan teror.
Selain itu, ada pula tradisi Utsmaniyah yang tak kalah indahnya, yakni pembebasan utang. Aghniya akan mendatangi kaum dhuafa, gharimin, mustadh’afin, dan membayarkan utang mereka. Bahkan aghniya mengunjungi pasar-pasar dan melunasi utang yang ada di catatan pedagang di pasar. Selain berderma, khalifah juga menyelenggarakan salat tarawih (qiyamullail) berjamaah di istana. Khusus di 10 malam terakbir, salat diadakan di masjid Hagia Sophia, yang posisinya di dekat Topkapi.
Pada masa pemerintahan Khalifah Mustafa III, majelis ilmu membahas kajian tafsir karya Imam Al Baidhawi (mazhab Al-Hanafi) di masjid Jami’, di sepanjang Ramadan. Sebagaimana kita ketahui Khilafah Utsmaniyah mentabani Mahzhab Hanafi. Tradisi ini berjalan hingga 1924. Di Turki sendiri, tradisi menyalakan lampu selama Ramadan, masih berlanjut. Warga juga membagikan baklava kepada para pelancong, jelang waktu berbuka.
Maka keseruan takjil war di negeri ini, adalah sejumput warisan berharga kehidupan Islam, di masa kejayaannya. Masih banyak persembahan Islam kepada semesta alam, yang jika diterapkan secara kaffah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, akan menjadi rahmat dan melahirkan peradaban gemilang. Allahumma ahyaana bil Islam. []
Lulu Nugroho, Aktivis Muslimah.