Tanggapan terhadap Kalangan yang Membolehkan Ucapan Natal dan Tahun Baru
Kesepuluh: Nabi saw dan para sahabat serta tabi’in dan tabiut tabi’in tidak pernah mengucapkan selamat agama lain dan merayakannya. Padahal mereka hidup bersama mereka dengan kaum musyrikin, Nasrani dan Yahudi.
Kesebelas: Mengucapkan selamat Natal dan merayakannya bukan toleransi beragama, tapi kesesatan dan penyesatan umat atas nama toleransi. Ini toleransi yang salah kaprah, ekstrem, dan keblalasan. Toleransi seperti justru merusak istilah toleransi itu sendiri dan merusak semua agama, khususnya agama Islam.
Keduabelas: Islam mengajarkan toleransi sejak 1443 tahun yang lalu. Banyak ayat Al-Qur’an yang mengajarkan toleransi, di antaranya surat Al-Ikhlas ayat 1-4, Al-Kafirun ayat 1-6, Al-Baqarah ayat 256, Al-Qashash ayat 55, Mumtahanah ayat 8, dan lainnya. Begitu pula banyak hadits-hadits Nabi Saw yang mengajarkan toleransi. Jadi, orang-orang kafir dan pengikut mereka dari kalangan liberalis dan pluralis tidak perlu mengajarkan toleransi kepada umat Islam. Umat Islam lebih paham dan lebih awal paham mengenai konsep toleransi.
Ketigabelas: Toleransi yang diajarkan dan diakui oleh Islam hanya terbatas dalam persoalan muamalah (sosial). Adapun toleransi dalam persoalan akidah dan ibadah dilarang keras dalam Islam.
Keempat belas: Toleransi beragama yang membolehkan mengikuti akidah dan ibadah agama lain adalah toleransi salah dan keblablasan, karena bertentangan dengan semua agama khususnya syariat Islam. Toleransi seperti ini merusak aqidah Islam, bahkan bisa membatalkan keimanan dan keislaman seorang muslim.
Kelimabelas: Meminta kepada semua pihak, khususnya non muslim, untuk tidak mengimbau dan mengajak, apalagi memaksa umat Islam untuk mengucapkan selamat Natal dan Tahun baru dan merayakannya, baik dengan dengan memakai atribut maupun dengan cara lainnya. Karena, himbauan dan mengajak serta memaksa tersebut bertentangan dengan toleransi itu sendiri dan bertentangan dengan hukum agama, HAM dan hukum di Indonesia yaitu UUD 1945 dan Pancasila.
Demikianlah tanggapan ini saya sampaikan sebagai wujud kepedulian saya terhadap persoalan umat dan agama Islam serta bangsa. Semoga tanggapan saya ini menjadi pencerahan dan kritikan konstruktif serta solusi dalam permasalahan ini bagi semua orang.
Banda Aceh, 23 Desember 2021
Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA., Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh.