OPINI

Tega, Komersialisasi Tes Corona Saat Rakyat Sedang Susah

Jelas, komersialisasi tes Covid-19 tidak lepas dari kepentingan para kapitalis. Rakyat kembali menjadi tumbal keserakahan para penguasa dan pengusaha. Kian tampak, sistem ini jauh dari kata manusiawi. Sistem yang tegak di atas paradigma rusak ini, hanya berorientasi pada manfaat dan materi. Halal-haram dibaikan, sedangkan untung-rugi menjadi asas setiap perbuatan. Menihilkan peran aturan agama dalam kehidupan manusia.

Berbeda dengan sistem Islam yang dibangun di atas pondasi tauhid. Yang mana di atasnya memancarkan seperangkat aturan sebagai solusi nan solutif untuk menuntaskan problematika kehidupan manusia, termasuk dalam aspek kesehatan.

Dalam naungan sistem Islam, negara berperan sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (penjaga) bagi rakyatnya. Negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, tidak terkecuali dalam aspek kesehatan. Peran dan tanggung jawab negara ini menjadi benteng bagi terjadinya komersialisasi dan industrialisasi di sektor kesehatan.

Menjadi tanggung jawab negara untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang murah dan berkualitas, bahkan gratis. Apatah lagi saat pandemi melanda seperti hari ini. Jaminan kesehatan ini diberikan tidak hanya bagi kaum Muslimin saja, tapi juga bagi non-Muslim. Tanpa membedakan agama, bangsa, etnis, suku dan rasnya. Tanggung jawab negara dalam mengurus kebutuhan rakyatnya ini, ditegaskan Rasulullah Saw. dalam sebuah hadis,

“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).

Problematika rakyat menjadi tanggung jawab negara artinya haram bagi negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator dengan dalih apapun. Aspek kesehatan menjadi kebutuhan pokok rakyat dan tidak untuk dikomersialisasi juga ditegaskan Rasulullah Saw. dalam hadis,

“Siapa saja pada pagi hari dalam keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki makanan pada hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR. Al-Bukhari).

Sementara itu, pembiayaan penyelenggaraan sektor kesehatan diperoleh dari kas negara dan mutlak bagi negara membiayanya. Baik ada maupun tidak ada uang di kas negara. Untuk itu negara wajib memaksimalkan potensi sumber-sumber pemasukan negara, seperti kepemilikan umum, jizyah, kharaj, dll. Jika sumber-sumber pemasukan negara tidak mencukupi, negara boleh melakukan konsep antisipasi lewat pajak. Yang mana hanya orang kaya saja yang dipungut pajak.

Inilah konsep cemerlang penyelenggaraan sektor kesehatan dalam naungan sistem Islam. Konsep ini dapat terwujud jika Islam diterapkan secara kafah dalam institusi negara. Sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dan para khalifah sesudahnya. Niscaya jika diterapkan tidak hanya membawa maslahat tapi juga keberkahan. Insya Allah. Wallahu’alam bishshawwab.

Jannatu Naflah
Praktisi Pendidikan dan Mentor Opini AMK

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button