Teknik Al-Qur’an Membuat Manusia Hebat

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan! Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al Alaq 1-5)
Di ayat ini membaca harus dikaitkan dengan Yang Maha Mencipta manusia, yaitu Allah. Maka seorang Muslim, bukanlah seorang sekuler. Orang sekuler memisahkan kehidupan dengan agama. Memisahkan kehidupan dengan aturan Allah. Seorang Muslim menyatukan kehidupan dengan aturan Allah. Seorang Muslim takut untuk melanggar larangan Allah. Seorang Muslim Bahagia menjalankan syariat Allah. Dengan perasaan Bahagia yang selalu menghinggap dirinya, menjadikan seorang Muslim berpikir cerdas.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (kaum cendekia/Ulil Albab)
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran 190-191)
Ulil albab atau kaum cendekia dalam Al-Qur’an mendahulukan berdzikir dulu baru berpikir. Maknanya pemikirannya selalu dikaitkan dengan ayat-ayat Allah dalam Al-Qur’an. Sehingga dengan berpikir itu ia semakin taat kepada Allah. Semakin semangat dalam beribadah. Orang yang menganggap dirinya ilmuwan, tapi malas beribadah atau bahkan tidak beribadah, maka Al-Qur’an tidak menyebutnya sebagai kaum cendekia (Ulil Albab). Ilmuwan yang tidak mau beribadah justru membahayakan masyarakat. Dengan ilmunya itu ia membolak-balik kebenaran, sehingga masyarakat menjadi bingung. Ia senangnya hanya melontarkan pemikiran saja, tanpa mendalami akibat pemikiran yang ia lontarkan. Ilmuwan ateis adalah sebenarnya ilmuwan yang bingung. Ilmuwan yang tidak berpijak pada realitas masyarakat dan pemikirannya hanya mengawang-awang saja.
Makin tinggi ilmu seseorang, tapi akhlaknya buruk, makin membahayakan masyarakat. Sebab dengan ilmunya yang tinggi itu ia bisa mengotak-atik kalimat atau fakta dan meragukan kebenaran. Orang seperti ini bisa dikatakan seperti Iblis. Iblis itu adalah makhluk yang pintar, tapi tidak mau taat kepada Allah. Iblis hanya mengikuti nafsunya sendiri (sombong).
Banyak ayat Al-Qur’an yang mendorong manusia untuk berpikir. Dalam Al-Qur’an banyak kata-kata : apakah kamu tidak menggunakan akalmu, apakah kamu tidak menyaksikan, dan pada dirimu perhatikanlah, apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka?
Menggunakan akal atau berpikir lawan katanya malas berpikir atau menuruti hawa nafsu. Ulama besar Buya Hamka menuturkan, akal itu pertama pahit ujungnya manis. Hawa nafsu itu awalnya manis ujungnya pahit.
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. al Jatsiyah 23)