Temui DPRD, Tim ‘Bogor Dayeuh Ulama’ Tuntut Kezaliman di Rempang Dihentikan
Bogor (SI Online) – Sejumlah ulama, habaib dan aktivis Islam Bogor melakukan audiensi dengan Pimpinan DPRD Kota Bogor di Kantor DPRD Kota Bogor Jl Pemuda, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jumat (22/9/2023).
Audiensi yang dilakukan para tokoh penggerak ‘Bogor Dayeuh Ulama’ itu dilakukan dalam rangka menyampaikan aspirasi terkait solidaritas untuk warga Pulau Rempang, Kepaulauan Riau.
Delegasi diterima oleh salah satu pimpinan DPRD yaitu Wakil Ketua DPRD Kota Bogor Rusli Prihatevy.
Dalam audiensi tersebut, para tokoh Islam Bogor menyampaikan pernyataan sikap sebagai bentuk solidaritas untuk warga Pulau Rempang dan Galang.
Dalam pernyataan sikapnya, mereka mengungkapkan bahwa masyarakat Melayu Rempang memiliki hak atas tanah yang telah berabad-abad mereka tempati dan jauh sebelum Republik Indonesia berdiri. Hal ini berdasarkan dari Kitab Tuhfat An-Nafis karya Raja Ali Haji (terbit perdana tahun 1890), dijelaskan bahwa penduduk Pulau Rempang, Galang dan Bulang adalah keturunan dari Prajurit/Laskar Kesultanan Riau Lingga, yang sudah mendiami pulau-pulau tersebut sejak tahun 1720 M, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I.
“Oleh karena itu, kami mendesak Pemerintah untuk menghormati hak tanah ulayat adat melayu dan memberikan kemudahan bagi rakyat untuk mengurus administrasi dan pengelolaan, sebagaimana Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,” jelas Ray Iskandar yang mewakili delegasi untuk membacakan pernyataan sikap.
Para tokoh Islam Bogor juga mendesak Pemerintah agar proyek Rempang Eco-City dicabut sebagai proyek strategis nasional (PSN), karena sangat terlihat rencana proyek pemerintah bersama investor China tersebut sangat ambisius bahkan dengan cara mengorbankan masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang.
“Negara mempertontonkan keberpihakan nyata kepada investor yang bernafsu menguasai Pulau Rempang untuk kepentingan bisnis mereka,” jelasnya.
“Kami mengutuk keras bilamana ada tindakan represif, intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap masyarakat Pulau Rempang dan Galang, sehingga masyarakat mengalami cedera, trauma dan kerugian materi. Dinamika pengerahan alat negara berupa aparat keamanan dalam kasus-kasus perampasan tanah milik masyarakat menunjukkan dukungan penuh negara terhadap investasi, serta tidak adanya keberpihakan pada masyarakat yang telah menempati tanah tersebut lintas generasi,” tambah Ray.
Selain itu, mereka menilai bahwa Pemerintah yang mengutamakan investasi dengan mengorbankan rakyat dan tanah melayu Rempang adalah kebijakan kapitalistik, zalim dan melanggar hukum ini harus segera dihentikan.
“Kebijakan zalim bertentangan dengan Konstitusi yang memerintahkan negara untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Negara Indonesia mesti melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk rakyat dan kekayaan alamnya,” tegas Ray.
Sebagai bagian dari umat Islam, pihaknya mengingatkan pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan mengalungkan tujuh bumi kepada dirinya” (HR Muttafaq ‘alaih).