SUARA PEMBACA

Tindakan Asusila Merajalela, Generasi dalam Bahaya!

Tak lama berselang, kasus lainnya mencuat dan pelakunya adalah dua sejoli di bawah umur, satu siswa SMA dan SMP. Lebih miris lagi, aksi ini disaksikan sembilan temannya dan divideokan pula oleh sejumlah siswa SD di sana (Serambinews.com, 29/9/2024). Astaghfirullah. Akan seperti apa generasi yang kita harapkan mendatang?

Kasus-kasus mengerikan ini baru yang terungkap, masih banyak lagi yang jauh dari permukaan. Sungguh, bukan ini masa depan yang kita harapkan. Negeri ketimuran ini telah jauh bergeser ke arah Barat, bukan soal letak geografis tapi tingkah laku dan tatanan masyarakatnya. Hasil yang demikian, tidaklah langsung muncul secara tiba-tiba. There is no thing such as ‘ujug-ujug’.

Semua bermula dari cara pandang kehidupan yang salah, lantas dilegitimasi oleh tata aturan yang berlaku. Bahkan bisa dibilang, yang berperan lebih dulu adalah pola pengaturan masyarakat oleh negara yang kemudian menghasilkan masyarakat dengan pandangan hidup yang salah pula.

Tiadalah satu negara melainkan dia menganut satu ideologi tertentu, pandangan hidup tertentu. Dari ideologi inilah negara akan menetapkan tujuan, dan dengannya akan menentukan aturan yang diberlakukan. Termasuk mengarahkan sistem pendidikan, media, sanksi, ekonomi, hingga pergaulan sesuai dengan arah dan ciri khas pengaturan dalam ideologi yang dianutnya.

Sebab sejatinya masyarakat itu dibentuk oleh kesamaan pemikiran, perasaan, dan aturan yang berlaku di tengah mereka. Ketiganya saling mempengaruhi satu sama lain. Tidak pula terlepas dari ideologi yang diemban.

Bila kita menyimak sejarah, semenjak keruntuhan Khilafah Utsmaniyyah 100 tahun lalu pada 1924, Islam sebagai mabda’ (ideologi) tak lagi mewujud dan diemban oleh negara manapun di dunia. Lantas kapitalisme segera menggantikan dominasi ideologi Islam dengan menggandeng demokrasinya.

Sebagaimana namanya, ideologi kapitalisme sangat menonjol pada aspek ekonominya, lantas berkelindan dengan demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Berasaskan sekularisme, yakni sebuah paham yang memisahkan aturan agama dari negara atau kehidupan. Berpegang pada kebebasan pada pengaturan hidup manusia, lengkap sudah syarat-syarat perusakan masyarakat padanya.

Kasus-kasus asusila sebagaimana tersebut di atas tidaklah mengherankan terjadi pada negara yang mengemban kapitalisme-demokrasi. Ada setidaknya tiga aspek penting yang tidak boleh lepas dari perhatian kita khususnya berkenaan dengan pembentukan generasi, bersama kita akan bandingkan bagaimana pengaturan dalam kapitalisme dan Islam.

Sistem Pendidikan

Dalam kondisi saat ini, sejak awal setiap anak akan menerima pendidikan dari sistem pendidikan sekuler kapitalis. Pendidikan dengan minim nilai-nilai agama. Tidak bisa kita pungkiri, mata pelajaran agama yang diajarkan di sekolah dari SD hingga bangku perkuliahan mendapatkan porsi yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya. Tentu modal pendidikan agama yang didapatkan di bangku sekolah saja tidak akan cukup untuk membentuk pribadi yang unggul dan mulia.

Faktanya, hanya orientasi materi yang telah berhasil ditanamkan pada anak sejak dini. Tidak terbantahkan pandangan umum bahwa tujuan dari pendidikan anak adalah agar kelak ia memiliki kehidupan yang lebih baik dari orang tuanya. Pekerjaan mapan, penghasilan terjamin, menjadi orang ‘berada’ yang senantiasa diincar.

Inilah sifat khas dari sistem pendidikan sekuler kapitalis, mencetak lulusan-lulusan yang siap kerja dan profit-oriented. Kepribadian gemilang sudah tak lagi menjadi tujuan dan prioritas utama dari sistem pendidikan.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button