Tobat Politik: Jusuf Kalla Mulai Meninggalkan Jokowi?
Sangat merugikan Jokowi
Hijrahnya JK ke kubu Prabowo— kendati belum secara resmi— akan sangat merugikan. Menjadi pukulan telak bagi Jokowi. Peran JK sebelum maupun sesudah pilpres sangat besar. Ada beberapa representasi yang melekat pada JK dan tidak dimiliki Jokowi. Apalagi Ma’ruf.
Pertama, JK adalah representasi kekuatan politik dari Indonesia Timur. Kemenangan pasangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 di kawasan ini, khususnya Provinsi Sulawesi Selatan adalah andil utama JK. Kantong suara ini bisa dipastikan akan ikut bermigrasi ke Prabowo-Sandi bersama keluarga Kalla.
Kedua, pada diri JK terdapat perpaduan yang unik dalam hubungannya dengan umat Islam. JK secara kultural adalah seorang nahdliyin. Dia anggota resmi NU. Namun sejak muda JK juga aktif dalam pergerakan Islam modernis.
Dia pernah menjadi kader Pelajar Islam Indonesia (PII), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dengan latar belakang ini JK leluasa dan sangat diterima di kalangan pergerakan Islam modernis. Di segmen ini Jokowi sangat lemah.
Ketiga, JK juga merupakan representasi kalangan dunia usaha. Selain sebagai pebisnis ulung, dia juga aktif di organisasi para pengusaha Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. JK pernah menjadi ketua KADIN Sulsel.
Keempat, JK juga bisa diterima di kalangan umat Kristen, Katolik dan etnis Cina. Pengusaha Sofjan Wanandi (Lim Bian Koen) salah satu orang dekat JK. Dia saat ini menjadi Ketua Tim Ahli Wapres.
Melalui Sofjan, JK mempunyai jalinan dengan simpul-simpul kekuatan Katolik seperti CSIS dan jaringan media Kelompok Kompas Gramedia (KKG). Jalur JK banyak dimanfaatkan oleh kelompok ini.
Posisi Sofjan sampai saat ini masih mendukung Jokowi. Melalui Assosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang didominasi etnis China, Sofjan menggalang “10.000” pengusaha mendukung Jokowi di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Kamis (21/3).
Hijrahnya JK kemungkinan besar akan diikuti oleh kelompok ini. Ciri khas yang kuat melekat pada mereka, secara idiologi sangat kuat, dalam strategi politik, sangat pragmatis. Bagi mereka selama ada jaminan kepentingan bisnis dan politiknya terjaga, mereka bersedia meninggalkan Jokowi.
Representasi dan peran politik JK inilah yang sekarang tidak dimiliki Ma’ruf Amin. Sebagai kyai sepuh sejauh ini peran Ma’ruf hanya untuk menjaga agar jangan sampai suara kalangan nahdliyin lari. Itupun hanya sebatas NU struktural. Banyak tanda yang menunjukkan NU kultural sudah mengalihkan dukungan ke Prabowo.
Peran JK terus berlanjut ketika Jokowi terpilih menjadi presiden. Kendati tidak banyak diberi peran dalam pengambilan keputusan pemerintahan, Jokowi sangat membutuhkan JK dalam urusan internasional.
Hampir semua pertemuan internasional mulai dari Sidang Umum PBB, Pertemuan negara-negara G-20, termasuk Organisasi Kerjasama Negara-Negara Islam (OKI) diserahkan ke JK.
Dalam lima tahun ini Jokowi hanya pernah sekali hadir di SU PBB. Dia tampaknya tidak punya modal kepercayaan diri yang kuat untuk hadir di forum internasional semacam itu.
Peran itu jelas akan sulit dimainkan oleh Ma’ruf seandainya mereka terpilih. Ma’ruf tidak punya pengalaman di pemerintahan, maupun pertemuan-pertemuan internasional.
Jokowi harus siap menghadapi realita bahwa dia akan menanggung beban berat sendirian akibat pilihan plitiknya. Beban berat itu sudah mulai dia rasakan sejak sekarang. Ma’ruf alih-alih mendongkrak, yang terjadi malah men-downgrade elektabilitasnya.
JK membawa Jokowi ke masa depan (lima tahun pemerintahan pertama). Ma’ruf —sekali lagi seandainya terpilih— akan menjadi beban bagi masa depannya. end
Hersubeno Arief
sumber: hersubenoarief.com