NASIONAL

Tolak Legalisasi Judi, HNW: Sumber Penerimaan Negara Harus Legal dan Tidak Terlarang

Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA, yang juga anggota Komisi VIII DPRRI yang bermitra dengan Kementerian Agama dan Sosial, mengkritisi gagasan yang sempat menjadi polemik dari salah satu anggota DPR dalam Rapat Komisi XI agar Indonesia “melegalkan” perjudian Kasino sebagai objek baru penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang belakangan sempat ramai menjadi pembicaraan publik.

Hidayat mengkritisinya sebab sekalipun gagasan itu sudah diklarifikasi oleh pengusulnya, dan tidak menjadi keputusan di Komisi XI DPR, tetapi “wacana” seperti itu tetap perlu dikoreksi, agar tidak terulang lagi dengan segala dampak kegaduhannya, karena usulan sejenis telah pernah ditolak oleh MK lembaga pengadilan yang keputusannya final dan mengikat.

HNW sapaan akrabnya menjelaskan bahwa secara filosofis, UUD NRI 1945 adalah konstitusi yang berdasarkan hukum dan berlandaskan kepada KeTuhanan yang Maha Esa sebagaimana dituangkan dalam pembukaan dan dasar negara Pancasila, dan ditegaskan lagi dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 29 ayat (1) UUD 45. Hal itu juga diperkuat dengan nilai-nilai agama yang berlaku dan diatur ke dalam banyak pasalnya.

“Perjudian dalam segala jenisnya termasuk kasino dan judi online (judol) jelas ditolak dan bertentangan dengan nilai-nilai konstitusional tersebut,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima Suara Islam, Ahad (18/7/2025).

Lebih lanjut, HNW juga mengingatkan bahwa MK pernah membuat keputusan menolak usulan untuk melegalkan perjudian melalui uji materi Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Namun, permohonan uji materi tersebut tegas ditolak oleh MK, dengan pertimbangan bahwa perjudian bertentangan dengan nilai-nilai moral, ajaran agama yang dianut masyarakat Indonesia, keamanan dan ketertiban umum yang semuanya diakui oleh Konstitusi yang berlaku di Indonesia.

HNW mengutip dua alasan utama yang diajukan oleh pemohon ketika itu untuk meminta judi dilegalkan, antara lain karena judi sudah mentradisi dan dapat menjadi sumber pemasukan negara. Alasan tadi serupa dengan yang disampaikan oleh anggota DPR yang dengan dalih “mencari terobosan out of the box” ia “mengusulkan” agar judi (kasino) bisa dilegalkan.

Namun, dua alasan itu sudah ditolak dengan tegas oleh MK melalui putusan Nomor 21/PUU-VIII/2010 pada tahun 2011. Pertama, meski judi telah lama dipraktikkan oleh banyak etnis di Indonesia, namun berjudi dianggap suatu perbuatan yang tidak baik menurut nilai-nilai masyarakat. Kedua, meski omset perjudian sangat banyak dan dapat memberi keuntungan ekonomi negara, dan negara memang memerlukan banyak anggaran biaya yang banyak, namun tidak berarti bahwa untuk mendapatkan biaya yang banyak itu harus dengan menghalalkan segala cara, termasuk melegalkan perjudian seperti kasino.

“Itu bunyi pertimbangan penolakan MK yang keputusannya final dan mengikat itu. Maka semestinya pemerintah didukung untuk mencari pemasukan tambahan hanya dari sumber yang legal, bukan dari yang illegal dengan melontarkan “wacana”melegalkan judi (kasino) yang jelas telah ditolak dan dinilai tidak legal oleh MK,” tukasnya.

HNW sependapat dan mendukung keputusan MK tersebut. Ia menegaskan bahwa sesuai ketentuan Konstitusi, maka Indonesia yang merupakan negara hukum, memiliki aturan hukum serta nilai-nilai kemasyarakatannya sendiri, yang berbeda dengan negara-negara lain yang mungkin melegalkan judi (kasino).

“Oleh karena itu, sudah selayaknya sebagai WNI menaati hanya hukum yang berlaku di Indonesia, bukan yang lain. Memang penting anggota DPR membantu memikirkan penambahan pendapatan negara di luar pajak, tapi usaha untuk meningkatkan penerimaan negara tidak dilakukan dengan sumber yang dilarang oleh hukum yang berlaku di Indonesia,” ujarnya.

Lebih lanjut, HNW menjelaskan ada banyak cara lain yang legal dan konstitusional yang bisa diusulkan DPR dan dimanfaatkan oleh pemerintah seperti menyukseskan Danantara yang sedang didorong oleh pemerintah. Atau berbagai potensi ekonomi syariah yang sudah diakui legal dalam sistem hukum Indonesia. Atau dengan mendukung pemberantasan korupsi untuk menyelamatkan lebih dari Rp700 triliun keuangan negara dari kejahatan-kejahatan korupsi di Tata Niaga Timah, Pertamina, BLBI dll. Termasuk membantu negara menegakkan hukum berantas judi online, agar selamatlah keuangan Rakyat dari judi online yang menurut PPATK peredaran keuangannya pada tahun 2025 melonjak drastis mencapai Rp 1,200 T.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button