Tolak Usulan Kenaikan Biaya Haji, HNW: Jangan Buat Resah Jamaah
Apabila sebagian nilai manfaat tersebut diklaim sudah tersalurkan kepada calon jamaah dalam bentuk rekening virtual, misalkan sebesar Rp5 juta, maka hak mereka berkurang menjadi Rp75 juta dan hanya perlu melakukan pelunasan sekitar Rp23 juta per orang, yang artinya mereka tidak perlu dibebani dengan istilah “subsidi” dari Pemerintah. Karena semuanya adalah bersumber dari uang setoran calon jemaah haji sendiri yang diamanahkan dikelola oleh BPKH.
Sehingga mestinya BPKH juga didorong untuk lebih berhasil di dalam mengelola amanat keuangan haji, sehingga bisa memberikan nilai manfaat yang lebih besar bagi calon Haji.
“Agar kalaupun pada akhirnya tetap terjadi kenaikan biaya pelunasan, namun angka yang ditetapkan harus tetap rasional, tidak melonjak tajam, serta berlandaskan hak riil jamaah yang telah menitipkan uang mereka untuk dikelola oleh BPKH, puluhan tahun lamanya,” sambungnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menilai, biaya haji yang ditaksir Rp98 juta per jamaah juga masih berpotensi dikoreksi. Misalnya biaya penerbangan yang disebut Menag adalah Rp33,9 juta, itu sangat tidak realistis. Hasil pencarian harga tiket PP Jakarta-Jeddah untuk musim haji 2023 (Juni-Juli) berada di kisaran Rp17-20 Juta. Itu harga perorangan, apalagi Pemerintah menerbangkan 221 ribu jamaah, sehingga layak memperoleh harga yang lebih murah.
Di saat yang sama ada tren penurunan harga minyak global yang terus terjadi. Misalnya harga avtur yang dirilis Pertamina untuk bandara Soekarno-Hatta, selama empat bulan terakhir telah turun dari 95,6 sen/liter di bulan September 2022 menjadi 88,2 sen/liter di akhir Januari 2023. Ini juga berpotensi mengurangi komponen harga penerbangan.
Selain itu, pejabat Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi (15/01) menyampaikan bahwa secara umum harga akomodasi haji tahun ini 30% lebih murah dari tahun lalu. Hal ini lantaran kuota haji sudah kembali ke level sebelum pandemi sehingga skala ekonominya semakin baik.
HNW juga menjelaskan ada beberapa strategi yang layak dikerjakan lagj untuk menekan biaya haji, baik strategi konvensional seperti melakukan kontrak akomodasi-transportasi secepat mungkin agar bisa mendapatkan harga yang lebih rendah, maupun strategi inovatif seperti memangkas masa tinggal jamaah haji Indonesia di Saudi dari 40 hari menjadi empat minggu (28 hari).
Dalam konteks terobosan itu, HNW juga mengusulkan agar lapangan terbang di Saudi yang menerima maskapai haji bisa diperbanyak selain Jeddah dan Madinah, agar disebar ke beberapa titik/kota lainnya di Saudi seperti Thaif, Qasim dll, bila bandara Jeddah dan Madinah tidak lagi bisa diperbesar kapasitasnya untuk melayani jemaah Haji. Sehingga jemaah haji sesudah melaksanakan ibadah haji, bisa segera pulang dan tidak harus berlama-lama di Saudi dan menambah pembiayaan, hanya karena alasan kepadatan penerbangan di bandara Jeddah maupun Madinah.
“Dengan berbagai rasionalisasi, terobosan dan maksimalisasi upaya itu, maka saya percaya, penyesuaian biaya haji akan lebih berkeadilan, bisa dimengerti dan tidak terlalu memberatkan jamaah,” jelas HNW.
“Di saat yang sama Kemenag juga perlu terus mampu melakukan lobi dan negosiasi terkait penyelenggaraan maupun pembiayaan haji, baik dengan Kerajaan Saudi maupun dengan kontraktor akomodasi, konsumsi, dan transportasi, sehingga biaya haji bisa tetap mampu dijangkau, dan tidak membuat resah calon jemaah seperti yang diusulkan Kemenag itu, sekaligus tidak melukai neraca keuangan haji, bahkan mampu menghadirkan solusi agar jemaah tetap bisa berangkat haji menjadi hajinya mabrur dengan doa-doa mereka yang maqbul untuk Indonesia,” pungkasnya.
red: adhila