Tom Lembong dan Tim Limbung
Dengan sekejap pula ketetapan legal standing secara hukum Kejagung berubah:
Tom hanya dinyatakan bersalah sebagai hanya menyalahgunakan kewenangan memberikan izin kepada pesero perusahaan swasta yang bertentangan dengan peraturan bahwa izin impor gula kristal mentah hanya boleh dilakukan oleh BUMN.
Bagi seorang Tom pengusaha besar kredibel dan kapabel serta ekonom cerdas lulusan Harvard takkan mungkin sesederhana itu mengolah dan menentukan cara pikir kemudian melakukan tindakan dengan begitu ringkihnya membalikkan peraturan- peraturan menjadi seperti itu.
Lihat saja nanti! Semua itu tentu akan berkembang menuju kebaikan, kejujuran dan kebenarannya sendiri setelah melewati segala alasan delik maupun dupliknya di proses persidangan yang progress dan dinamis di pengadilan nanti.
Tetapi, yang terlihat janggal dan aneh saja, adalah kenapa selama sembilan tahun kasus yang hanya seperti itu saja baru dibuka sekarang?
Padahal, jika dikomparasi dengan menteri perdagangan lain setelah Tom di-reshuffle kemudian digantikan Enggartiasto Lukito, Agus Supratman dan Zulkifli Hasan, kuota impor gula yang dipegangnya masih rrelatif kecil.
Tom pegang hanya 5 juta ton (gula kristal mentah 105.000 ton yang menjadi kasus), dibandingkan, 15 juta ton dipegang oleh Enggar, 10 juta ton Agus dan 18 juta ton kuota Zulkifi Hasan.
Bahkan, ketiganya pun pernah tersentuh dan terendus KPK, tetapi entahlah kenapa ketiganya kemudian bisa lolos dari proses sampai penyelidikan dan penyidikan jalan menuju pintu gerbang jeratan hukum.
Boleh jadi mereka dilindungi oleh rezim penguasa dan oligarki gila gula beserta kroni mafia-mafiosonya, karena ketiganya diketahui kader-kader militan yang paling pro dan setia kepada Jokowi.
Di balik layar dramaturgi politik kotor ini sudah pasti Tom Lembong dikriminalisasi secara politik oleh tim yang sesungguhnya bekerja keras namun sudah dalam kondisi limbung untuk melindungi dan menjaga Gibran dalam suatu operasi senyap dan sangat rahasia yang tengah dijalankan.
Bahkan, melihat cara-caranya terkesan mereka justru tengah mengalami kepanikan. Menyasar Tom adalah kurang tepat sasaran. Apalagi sebagai upaya retreatment yang memperingatkan bagi korban-korban berikutnya.
Soalnya, mesti dengan cara dan tindakan apalagi ketika itu dilakukan ternyata mulai terasa adanya tekanan sangat tinggi justru datangnya dari internal yang sudah berbeda arah angin mulai menggoyahkan dan meretakkan idiologi kesepahaman mereka.
Terlebih, akan datangnya begitu sangat besar serbuan tekanan bertegangan tinggi eksternal yang bukan alang kepalang berasal dari civil society komunitas masyarakat menengah yang pada Pilpres 2024 sebagai penopang dan pendukung pasangan Amin: sekalipun hanya berjumlah 40-jutaan, itulah sesungguhnya angka real yang seharusnya meniscayakan memenangkan Amin di Pilpres 2024 itu.