Trump Riviera: Kapitalisme Bertopeng Perdamaian, Genosida yang Dinormalisasi

Ketika dunia masih menangisi pembantaian demi pembantaian di Gaza, sebuah dokumen kontroversial bocor ke publik. Bertajuk Gaza Economic Blueprint, dokumen ini mengungkap rencana mengejutkan: mengubah Gaza yang porak poranda menjadi resor mewah bernama Trump Riviera.
Ya, Gaza yang tanahnya diselimuti puing dan darah, kini ditargetkan untuk dikomodifikasi. Proyek ini disebut sebagai realisasi visi Donald Trump soal “perdamaian ekonomi” di Palestina. Di balik narasi manis pembangunan, tersembunyi ambisi kolonial kapitalistik yang keji: mengusir rakyat Palestina dari tanahnya sendiri secara sistematis dan terstruktur.
Salah satu bagian paling mencolok dari dokumen ini adalah rencana bernama The Great Trust. Program ini didesain untuk “memindahkan warga Palestina keluar dari Gaza” bukan dengan tank dan rudal, tapi dengan skema investasi dan relokasi ekonomi. Di sinilah letak kekejamannya: genosida diubah menjadi proyek bisnis, dan penjajahan dibungkus dengan label pembangunan.
Laporan investigatif dari The Intercept (20 Juni 2024) menyebut proyek ini dipimpin oleh para pebisnis Israel, dibiayai oleh firma keuangan asal Amerika, dan menyasar perhatian Donald Trump serta negara-negara Teluk seperti UEA dan Arab Saudi. Bahkan, dalam dokumen tersebut, nama Elon Musk ikut disebut terkait rencana zona manufaktur pintar, meski tanpa konfirmasi dari pihaknya.
Ini bukan kebetulan. Proyek ini adalah lanjutan dari strategi normalisasi penjajahan yang sebelumnya dijalankan lewat Abraham Accords. Jika sebelumnya penjajahan dibenarkan atas nama stabilitas geopolitik, kini ia dijual atas nama investasi dan inovasi.
Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan?
Bukan rakyat Palestina, yang terusir dari tanah airnya. Bukan pula dunia Islam, yang dibisukan oleh diplomasi minyak dan kontrak dagang. Yang diuntungkan adalah elit global: pengusaha perang, taipan properti, dan politisi oportunis yang melihat penderitaan rakyat Gaza sebagai peluang emas.
Inilah wajah kapitalisme modern yang tak ragu mengeksploitasi penderitaan, membungkus kolonialisme dengan brosur investasi, dan mengganti bom dengan logo bisnis.
Gaza tidak butuh resort. Gaza tidak butuh proyek pintar. Gaza butuh kemerdekaan. Gaza butuh keadilan.
Dan kita, sebagai umat manusia, seharusnya merasa muak dan marah ketika penjajahan tak hanya dilegalkan, tapi juga dipoles sebagai kemajuan.
Selvi Sri Wahyuni, M.Pd