Tujuan Bernegara Belum Tercapai, Umat Islam Harus Melakukan Perubahan
Jakarta (SI Online) – Bangsa Indonesia itu identik dengan Islam, apapun yang terjadi dengan bangsa Indonesia yang paling berdampak adalah umat Islam.
“Oleh karena itu, umat Islam harus mampu berbuat sesuatu yang bisa membuat bangsa Indonesia lebih baik ke depannya,” demikian dikatakan Ustaz Asep Syaripuddin dalam kajian di Masjid Baiturrahman, Jakarta Selatan, Rabu (01/05/2024).
Dalam membangun bangsa, umat Islam tentunya harus mencontoh bagaimana Rasululllah Saw membangun peradaban yang mulia.
“Pada periode 13 tahun di Mekah, Nabi yang berdakwah di kampungnya sendiri dengan modal nasab yang mulia itu belum berhasil membangun peradaban. Tetapi ketika 10 tahun di Madinah itu Islam berkembang luas dan membangun peradaban, kenapa? Karena di Madinah Nabi memiliki otoritas,” jelas Ustaz Asep.
Menurutnya, ketika periode awal di Madinah umat Islam masih minoritas berjumlah 15% tapi memiliki kekuatan politik lewat Piagam Madinah.
“Ketika terjadi pemasalahan antar masyarakat yang plural, maka solusinya diserahkan kepada Nabi, dan Nabi menerapkan syariat Islam,” ujarnya.
“Kita saat ini di Indonesia mayoritas tapi syariat Islam belum tegak, yang menguasai bidang ekonomi dan politik bukan umat Islam, inilah yang harus jadi evaluasi, inilah yang harus diperbaiki,” tambah Ustaz Asep.
Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) itu menjelaskan, bahwa tujuan Indonesia merdeka adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
“Lalu pertanyaannya, sejak Indonesia merdeka apakah tujuan itu sudah tercapai? apakah sudah tegak keadilan dan kemakmuran? belum. Karena itu kita harus terus berjuang mewujudkan itu,” tegasnya.
Dalam rangka perjuangan tersebut, kata Ustaz Asep, umat Islam harus melakukan taghyir (perubahan). Salah satu upaya perubahan adalah dengan melakukan amar makruf nahi mungkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran).
Ustaz Asep kemudian membacakan hadis Nabi yang artinya: ‘Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman’.”
“Hadis tersebut menjelaskan juga tentang tingkatan keimanan, bukan pilihan, karena amar makruf nahi mungkar itu terkait dengan keimanan. Jika amar makruf nahi mungkar dengan hati maka itu selemah-lemahnya iman,” jelasnya.
red: adhila