Tutupi Jebloknya Ekonomi, Digorenglah Isu Radikalisme
Jakarta (SI Online) – Isu radikalisme seolah menadi persoalan utama dalam pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin. Sejumlah menteri bahkan dengan tegas menyebut bakal fokus bekerja untuk menangkal radikalisme.
Salah satunya Menteri Agama Fachrul Razi. Mantan Wakil Panglima TNI itu dengan tegas mengakui diberi tugas Presiden Jokowi untuk mencari terobosan dalam menangkal radikalisme.
Pengamat ekonomi senior Rizal Ramli berpandangan, isu radikalisme yang didengungkan pemerintah bukan hal yang aneh. Menurutnya, isu ini akan terus dimainkan dalam setahun pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin.
“Setahun ke depan agaknya akan digoreng terus isu 3R (radikalisasi, radikulisasi & radikolisasi),” sindirnya dalam akun Twitternya, Ahad (27/10/2019).
Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu mengaku telah mencium ada maksud lain dari pemerintah dengan terus mendengungkan isu tersebut.
Di antaranya, untuk menutupi peforma ekonomi yang kembali memburuk di tahun ini. Sejak beberapa tahun lalu, Rizal sudah memprediksi bahwa ekonomi Indonesia bakal nyungsep tahun ini. Pertumbuhan ekonomi diprediksi tidak sampai lima persen.
Mantan Menko Kemeritiman itu menilai jurus monoton yang ditunjukkan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak bakal ampuh mendongkrak ekonomi Indonesia. Sebab menteri berpredikat terbaik dunia itu hanya mengandalkan utang dan kebijakan austerity atau pengetatan anggaran tanpa ada terobosan-terobosan.
“Jadi supaya soal-soal ekonomi, kemiskinan soal-soal sosial lain menjadi tidak penting. Radicalism: the beliefs or actions of people who advocate thorough or complete political or social reform,” ujarnya.
Prediksi RR terbukti bukan sembarangan. Pasalnya, baru empat hari dilantik menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju, Sri Mulyani telah mengumumkan rencana akan menerbitkan surat utang berdenominasi valuta asing atau global bond.
Langkah Sri Mulyani itu diambil karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mengalami defisit sementara kebutuhan negara membengkak.
Sri Mulyani menyatakan rencana penerbitan surat utang disebabkan oleh defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp199,1 triliun atau 1,24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Agustus 2019.
Defisit tersebut berasal dari belanja negara sebesar Rp2.461,1 triliun, sementara pendapatan hanya sebesar Rp1.189,3 triliun.
red: farah abdillah/rmol.id