Uighur Bakal Menjadi The Next Hongkong?
Jangan sampai hanya menjadi proxy
Bukan hanya kali ini China kebakaran jenggot akibat pemberitaan media tentang etnis Uigur.
Pada akhir November lalu konsorsium jurnalis investigasi internasional (ICIJ) bekerjasama dengan 17 media partner memuat bocoran dokumen yang sangat sensitif.
Melalui bocoran dokumen tersebut dapat diketahui bagaimana China memperlakukan kurang lebih sejuta pria Uighur yang dimasukkan ke dalam kamp pendidikan ulang (re-edukasi).
Dokumen-dokumen rahasia itu mengungkapkan cara pengelola kamp memantau dan mengendalikan setiap aspek kehidupan tahanan.
China menyadari bocornya dokumen, maupun pemberitaan itu bisa membahayakan posisinya di mata internasional, sekaligus senjata bagi AS yang kini tengah menjalani Perang Dagang dengan China.
Bukan tidak mungkin AS akan menjadikan isu etnis Uighur menjadi medan “perang tempur” kedua setelah Hongkong.
China menuding AS melalui ribuan agen intelijennya berhasil membuat destabilitas di Hongkong. Kota yang menjadi pintu masuk utama investasi asing ke China itu dilanda aksi unjukrasa besar-besaran sejak 9 Juni lalu.
Unjukrasa yang sudah berlangsung selama lebih dari enam bulan itu berhasil melumpuhkan Hongkong. Kerugian China secara material luar biasa besar.
Jika AS berhasil menggalang opini publik internasional dan medorong eskalasi perlawanan di Xinjiang, maka akan menciptakan destabilitas politik baru yang kian menekan pemerintah di China.
Sangat mungkin AS melalui operasi intelijennya mendorong para jihadis dari negara-negara Islam masuk ke Xinjiang, seperti mereka mendorong konflik Suriah di Timur Tengah. Uighur akan menjadi agenda komunitas internasional.
Pemerintah AS sebagaimana pengakuan Hillary Clinton berada di balik terbentuknya Islamic State of Iraqi and Suriah (ISIS). Monster ciptaan AS itu dibentuk untuk mendorong konflik berkepanjangan di Suriah dan menciptakan destabilitas di kawasan Timur Tengah.
Peta persaingan politik global antar-negara adidaya yang sedang memperebutkan supremasi dunia inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang isu etnis muslim Uighur.
Indonesia, khususnya umat Islam harus mulai bisa memilah, mana yang menjadi kepentingan terhadap pembelaan terhadap sesama umat Islam, dan mana yang menjadi kepentingan politik global.
Pembelaan terhadap muslim Uighur yang tertindas, bagaimanapun juga harus terus digaungkan. Kita tidak boleh menutup mata bahwa etnis Uighur diperlakukan secara semena-mena oleh pemerintah China.
Komitmen itu harus terus dipegang teguh, bukan hanya karena atas nama solidaritas muslim, tetapi sebagai bentuk komitmen atas hak asasi manusia.
Yang harus disadari, kita perlu waspada jangan sampai ribut-ribut sendiri antar elemen Anak bangsa. Hanya menjadi proxy dalam Perang Dagang dan perebutan supremasi global antara China dan AS.
Jangan sampai seperti bunyi pepatah “ Gajah Lawan gajah, pelanduk mati di tengah. end
Hersubeno Arief
sumber: Facebook @hersubenoarief