Ukuran Kebahagiaan Menurut Al-Qur’an

Ciri orang bahagia keempat adalah menunaikan zakat. Orang yang bahagia adalah adalah orang yang dermawan. Ia ringan menjalankan zakat dan sedekah. Ia tidak bakhil. Ia yakin bahwa harta yang dikeluarkannya untuk membantu orang-orang yang membutuhkan akan diganti Allah baik di dunia maupun di akhirat. Orang yang bakhil menurut Al-Qur’an orang yang tidak bahagia.
Ciri orang bahagia kelima adalah orang yang menjaga kemaluannya. Orang yang menyalurkan kebutuhan seksnya kepada istrinya (istri-istrinya). Orang yang suka berzina, meskipun mungkin menjalani hidup dengan ‘gembira’, menurut Al-Qur’an ia tidak bahagia.
Ciri orang bahagia keenam adalah orang yang menepati amanah dan janjinya. Para pejabat atau wakil rakyat yang hidup bermewah-mewah di tengah 110 juta orang miskin di Indonesia, ia bukanlah orang yang bahagia. Orang itu mengingkari janjinya untuk menyejahterakan rakyat. Ia hanya menyejahterakan dirinya sendiri dan mungkin dengan kelompoknya.
Ayat berikutnya mengulangi lagi tentang pentingnya mencapai kebahagiaan dengan shalat. Memang shalat bisa merefresh jiwa kita yang lelah dan mencerahkan otak kita yang mungkin seharian lelah bekerja. Setelah melaksanakan shalat kita merasakan plong dan ada hormon-hormon kebahagiaan mengalir dalam diri kita.
Di ayat 11, dinyatakan bahwa Allah akan membalas surga Firdaus bagi orang yang melaksanakan perintah dalam surat al Mu’minun 1-11.
Mencermati ayat ini, maka kita bisa ambil kesimpulan bahwa ukuran kebahagiaan seseorang atau sebuah bangsa tidak hanya diukur pada aspek-aspek dunia, tapi juga diukur dengan aspek-aspek akhirat. Tidak hanya diukur pada jangka pendek, tapi juga diukur dalam waktu yang jauh (akhirat).
Maka laporan PBB tentang 10 negara yang paling bahagia tahun 2024 ini tidak dapat diterima oleh umat Islam yang berpegang teguh pada Al-Qur’an. Di samping itu laporan ini juga mengandung cacat, karena memasukkan Israel sebagai negara yang paling bahagia nomer 5 di dunia. Bagaimana mungkin sebuah negara dikatakan bahagia, kalau ia membuat negara atau bangsa lain menderita? Wallahu alimun hakim.[]
Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik.