Ulama Aceh: Pernyataan Yaqut Menunjukkan Sikap Islamofobia dan Radikal
Jakarta (SI Online) – Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait pengaturan volume suara sepiker masjid-mushalla dengan alasan menjaga toleransi beragama dan membandingkan suara azan dengan suara gonggongan anjing dinilai telah menimbulkan keresahan umat Islam dan kegaduhan bangsa.
Bukan hanya itu, pernyataan yang mengundang kecaman secara luas itu juga dinilai sebagai bentuk sikap Islamofobia dan radikal.
“Pernyataan Yaqut ini menunjukkan sifat dan sikapnya yang Islamofobia, karena hanya ditujukan khusus untuk umat Islam, sedangkan penggunaan pengeras suara untuk keperluan lainnya, semisal konser musik dan lagu, pentas seni, perniagaan, pertandingan olah raga, perkawinan dan lainnya yang sering kali lebih keras dibanding suara azan, tidak ditertibkan,” ungkap Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh, Muhammad Yusran Hadi, dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu, 26 Februari 2022.
Menurut Yusran, pernyataan Menag itu juga menunjukkan jati diri dan cermin kepribadiannya yang sebenarnya. Alasannya, suatu ucapan itu keluar dari keyakinan dan karakter seseorang. Ucapan seperti ini tidak mungkin keluar dari mulut seorang muslim yang baik dan benar keislaman dan keimanannya.
“Pernyataan Yaqut adalah kesalahan yang besar dan fatal. Pernyataannya ini tidak benar dan tidak bisa diterima secara agama, logika sehat, fakta dan moral,” kata doktor bidang Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM) itu.
Yusran menjelaskan, azan dalam ajaran Islam untuk memanggil orang untuk shalat lima waktu dalam sehari dan semalam. Suaranya merdu dan indah. Semua orang mengakuinya termasuk orang-orang non muslim, kecuali ada sifat kemunafikan atau kedengkian dihatinya. Bahkan sebahagian orang-orang non muslim tertarik masuk Islam karena keindahan suara azan.
Bukan hanya Islamofobia, Yusran juga menilai bila pernyataan Yaqut termasuk radikal dan bertentangan dengan pernyataannya sendiri dan pemerintah yang sibuk mengampanyekan deradikalisasi selama ini.
“Sangat disayangkan, ada orang yang menganggap dirinya paling toleran dan suka menuduh radikal orang lain, namun pernyataannya ini mencerminkan sikap intoleransi dan radikalisme,” ungkap Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh itu.
Yusran juga menegaskan, membuat perbandingan antara suara azan yang merupakan syiar Islam, ibadah dan seruan untuk shalat yang merupakan salah satu rukun Islam yang lima agar ditunaikan secara berjamaah di masjid dan mushalla dengan suara gonggongan anjing dan melarang memperbesar suara azan dengan memperkecil suara volume sepiker adalah cermin sikap tidak toleransi beragama.
“Sangat aneh bila ada orang yang mengaku dirinya sebagai orang yang menjunjung prinsip toleransi, justru dirinya tidak toleransi, mengaku dirinya sebagai orang yang mengamalkan prinsip Pancasila, tapi justru melanggar Pancasila, mengaku taat hukum, tapi justru melanggar hukum,” kata dia.
red: farah abdillah