Ulama Wajib Mengoreksi Penguasa
Muhasabah kepada penguasa adalah hak paten umat. Bagi ulama, mengoreksi penguasa adalah kewajiban.
Allah Swt menjadikan umat Rasulullah Saw sebagai umat terbaik karena telah menjalankan kewajibannya dengan baik. Allah Swt berfirman, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Ali Imran: 110).
Sebaik-baik umat adalah yang melaksanakan apa yang diwajibkan kepadanya dengan beramar ma’ruf dan bernahi mungkar serta menyeru kepada Allah. Jika tidak melakukannya berarti tidak termasuk umat pilihan.
Para pemimpin yang baik dari umat terdahulu, telah memahami kebenaran ini dan mempercayainya. Mereka juga memahami tujuannya dan meyakininya, lalu dengan senang hati menegakkan keadilan ini dan mencapai tujuan itu tanpa batas. Bahkan kita dapati di antara mereka ada yang meminta sendiri kepada umatnya agar mereka mengontrolnya atas segala tindakan dan perilakunya, serta meluruskannya jika dia berbuat salah dalam menetapkan hukum dan pemerintahannya, selama mereka ikhlas demi mencari keridhaan Allah. Misalnya Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra berkata ketika menjadi khalifah, “…jika saya baik maka bantulah saya dan jika saya salah maka Iuruskanlah. Taatilah saya selama saya menaati Allah dan Rasul-Nya dalam memimpin kalian…”
Begitu juga Umar bin Khaththab ra berkata, “Barangsiapa di antara kalian melihatku bengkok maka hendaklah dia meluruskannya.”
Bukankah pelurusan itu bisa dilakukan jika ada kontrol?. Islam mewajibkan kepada pemimpin yang mengurusi urusan kaum Muslimin agar mendengarkan siapa saja yang mengritiknya dan membukakan dadanya untuk itu. Islam juga memerintahkan kepadanya agar tunduk kepada kritik itu jika sesuai dengan hukum Islam, serta melarangnya untuk menghukum siapa saja karena melakukan kontrol kepadanya, walaupun kritik itu pedas dan keras.
Marilah kita dengar jawaban seorang Arab ketika diminta oleh Umar untuk meluruskannya, “Demi Allah wahai Umar, jika kami melihatmu bengkok maka kami akan meluruskannya dengan tajamnya pedang kami.” (Umar pun percaya kepada perkataannya dan memuji Allah karena senang dengan jawaban itu, “Alhamdulillah yang telah menjadikan dalam umat Muhammad orang yang akan meluruskan Umar dengan pedangnya.”
Umar rela kebengkokannya diluruskan dan kesalahannya dibenarkan dengan pedang. Sementara para penguasa dan pembantu-pembantunya saat ini tidak mau diluruskan walaupun hanya dengan perkataan. Para ulama yang dengan tulus mengoreksi penguasa justru ditempeli stigma-stigma negatif.
Sahabat lain berkata kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah wahai Umar.” Salah seorang yang hadir menjawab, “Apakah kamu mengatakan itu kepada Amirul Mukminin?” Tetapi Umar mencela perkataan itu agar menjadi pelajaran bagi setiap penguasa yang baik, “Tidak baik bagi kalian jika kalian tidak mengatakannya dan tidak baik bagi kami jika kami tidak mendengarnya.”
Dalam peristiwa yang lain, kaum Muslimin mendapatkan ghanimah berupa kain dari Yaman. Lalu Amirul Mukminin Umar ra membagi ghanimah itu dengan adil. Beliau ditimpa kedinginan, begitu juga anaknya, Abdullah, dan kebanyakan orang-orang Islam lainnya. Ketika Umar membutuhkan baju karena postur tubuhnya tjnggi, maka Abdullah memberikan kainnya agar cukup untuk dijadikan baju.
Ketika beliau berkhutbah di antara manusia, dengan memakai baju itu, maka beliau setelah memuji Allah dan membaca shalawat atas Rasulullah, Ialu berkata, “Wahai manusia, dengarlah dan taatilah.” Salman Al-Farisi, seorang sahabat yang mulia, berdiri seraya berkata kepadanya, “Kami tidak akan mendengar dan menaatimu.” Umar berkata, “Mengapa?” Salman menjawab, “Dari mana kamu mendapat pakaian itu sedangkan kamu hanya mendapat satu kain, padahal kamu bertubuh jangkung?” Beliau menjawab, “Jangan tergesa-gesa, lalu beliau memanggil, “Wahai Abdullah (namun tidak seorang pun menjawab) lalu berkata Iagi, “Wahai Abdullah bin Umar.” Abdullah menjawab, “Saya wahai Amirul Mukminin.” Beliau berkata, “Bersumpahlah demi Allah, apakah kain yang aku pakai ini kainmu?” Dia menjawab, “Demi Allah, iya.” Salman berkata, “Sekarang perintahlah kami, maka kami akan mendengar dan taat.”
lnilah beberapa peristiwa yang menggambarkan tentang perjalanan para ulama pada masa keemasan Islam, yang menggambarkan dengan benar tentang peran para ulama dalam mengoreksi (mengritik) para penguasa. Karena aktivitas yang mulia inilah generasi umat Islam saat itu disebut generasi terbaik.
[shodiq ramadhan]