RESONANSI

Umat Islam Sedunia Berhari Raya pada Hari yang Sama

Sebaliknya pendapat yang kedua, dengan tegas menyatakan sangat memungkinkan Penyatuan Awal Ramadhan dan Hari Raya (Idul Fitri) dan Idul Adha). Pendapat yang kedua ini adalah pendapat Jumhur Ulama, pendapat mayoritas Ulama Mujtahidin.

Dalam alam kebebasan berpendapat seperti sekarang, suara terbanyak (suara mayoritas) bisa memaksakan kehendak walaupun yang terbanyak itu hanya berjumlah separuh lebih satu suara.

Al-‘Allamah, Syeikh Abdurrahman al-Jazairi, menuturkan bahwa Jumhur Ulama Ahli Fiqh berpendapat: Apabila bulan sudah terlihat di suatu negeri dan berita telah menyebar sampai ke negeri yang lain, wajib shaum bagi seluruh negeri tersebut tanpa membedakan jarak dekat dan jauh. Menurut pendapat ini perbedaan mathla’, mutlak tidak menjadi patokan, alasan dan pertimbangan. Pendapat ini dianut oleh tiga Imam Madzhab Fiqh, Hanafi, Maliki, dan Hambali. (Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, 1/446)

Imam Syafi’i Rahimahullah, justeru tampil beda pendapat dengan Jumhur Ulama. Dengan dasar hasil dialog Ibnu Abbas dan Kuraib tersebut, Imam Syafii menegaskan bahwa masing-masing negeri mempunyai rukyat sendiri-sendiri.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa selama berabad-abad seluruh umat Islam tak terkecuali, termasuk pengikut tiga Imam Madzhab yakni Hanafi, Maliki dan Hambali juga sama mengikuti pendapat Madzhab Syafii.

Belakangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syeikh Utsaimin juga memfatwakan bahwa masing-masing negeri mempunyai rukyat sendiri.

Bahkan Fatwa Lajnah Da’imah Arab Saudi yang bermadzhab resmi Hambali, menjawab pertanyaan para aktivis da’wah di beberapa negara Afrika, seperti Pantai Gading, Gana, Mali, dan Sinegali tentang Rukyat Hilal Ramadhan dan 1 Syawal. Fatwa Lajnah Daimah No.313 ini menganjurkan agar mereka mengikuti rukyat yang ditetapkan oleh pemerintah di negerinya masing-masing. (Fatawa 10/98).

Sebagai penganut resmi Madzhab Hambali dan juga menjadi Madzhab Resmi Kerajaan Saudi Arabia, dengan bijak Lajnah mengembalikan permasalahan ini kepada kepada kaum muslimin bersama pemerintah negara masing-masing tanpa memaksakan kehendak.

Sementara pendapat tiga tokoh Imam Madzhab Hanafi, Maliki, Hambali, yang banyak pengikutnya di benua Afrika dan Timur Tengah, termasuk India dan Pakistan, walaupun merupakan pendapat mayoritas, dalam istilah Fiqh disebut Jumhur Ulama, praktis pada masa awal perkembangan Madzhab Fiqh, pendapat ini hanya teori diatas kertas. Pendapat Jumhur Ulama ini tdak dapat diterapkan, dan tidak mungkin dipaksakan untuk diterapkan karena tidak memiliki daya dukung material berupa alat komunikasi dan transportasi secanggih yang dialami dan dirasakan oleh penghuni bumi di dunia modern hari ini.

Dalam kondisi dan situasi seperti sekarang, tentu sekali pendapat Jumhur Ulama dengan mudah dapat diterapkan tanpa ada hambatan dan alasan apapun.

Memasuki perayaan Idul Adha 1443 H tahun ini, perdebatan tentang Kesatuan Rukyat Hilal (Rukyat Global atau Rukyat Lokal) kembali mewarnai penentuan Idul Adha, Hari wukuf dan Puasa Arafah.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button