Umat Islam Sedunia Berhari Raya pada Hari yang Sama
Lalu masing-masing berupaya membangun argumentasinya dan memperkuatnya dengan dalil dan argument yang sama seperti dalam penentuan awal Ramadhan dan Idulfitri.
Prof.Dr. Wahbah az-Zuhaili salah seorang anggota al-Majaami’ al-Fiqhiyah al- ‘Alamiyah, sebuah Lembaga Riset Fiqh Dunia, mentarjih (mengunggulkan) dan memilih pendapat Jumhur Ulama tiga Imam Madzhab tentang Kesatuan Rukyat dan Hari Raya.
Bagi Zuhaili, Tauhidul Ibadah dan menghindari perpecahan lebih diutamakan mengingat perintah Nabi saw, untuk penentuan awal Ramadhan dengan metode Rukyat Hilal tidak memilah dan memisahkan antara satu negeri dengan negeri lain.
Lalu dengan sangat hati-hati untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri di negeri-negeri Islam lainnya Zuhailiy memberi saran bahwa Tauhidul A’yaad, Kesatuan Hari Raya bisa diawali oleh negara-negara Arab, dimulai dari Oman di Timur Jazirah Arabiyah hingga Maghribil Aqsha, Barat Jauh di ujung benua Afrika. ( al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuh, 2/537).
Konferensi Islam Internasional (OKI) dimana Indonesia sebagai salah satu anggota, dalam sidang tahunannya di Istambul Turki pada tahun 1978, telah menghasilkan sebuah kesepakatan : Ditetapkannya Makkah Al-Mukarramah Sebagai Kiblat Penetuan Hari Wukuf dan Idul Adha, OKI mengimbau semua negara anggota untuk memenuhi seruan ini.
Kesepakatan ini bukan tanpa landasan Syar’iy. Beberapa Fatwa Ulama bertaraf I ternasional telah dikeluarkan mendahului kesepakatan tersebut.
Fatwa Dr.Abdul Halim Mahmud, Syaikhul Azhar (1973-1978) dalam bentuk press release tahun 1975 menyatakan bahwa: Penentuan bulan Dzulhijjah hendaknya semua negara berpedoman kepada Hasil Rukyat Saudi Arabia dan agar kaum muslimin satu pendapat dalam persoalan Wukuf di Arafah (Sumber: Majalah An-Nadwah, Makkah 20 Desember 1975).
Konon Fatwa ini dikeluarkan menjawab pertanyaan seorang Tokoh Islam yang dikenal luas di Timur Tengah, Allah Yarham M. Natsir. (Syamsul Bahri, Maqalah Mudzakarah DD).
Sebelum itu, sudah ada Fatwa Syaikhul Azhar (1967) tentang seruan menjadikan standar Wukuf di Arafah sebagai penetapan Idul Adha sesuai pandangan Jumhur Ulama dan Keputusan Majma’ al-Islamiyah (1386H/1966M) (Sumber Fatawa Darul Ifta al-Mishriyah, al-Majlis al-A’la Li asy-Syu’un al-Islamiyah)
Menyusul dukungan dari Rabitha Alam Islami yang berpusat di Makkah Al-Mukarramah (1975) terhadap Fatwa Syaikhul Azhar, Abdul Halim Mahmud, berupa surat resmi yang ditandatangani oleh Syeikh Muhammad Shalih Qazzaz Sekretaris Jendral Rabitha, tertanggal 25 Juli 1975, Perihal Penetapan Hari Idul Adha.
Kemudian Fatwa Majma’ Fiqh ad-Dawli (30 Negara) Makkah, 8-13 Shafar 1407H/ 11-16 November 1986 menyatakan “Standar Wukuf di Arafah seyogyanya diikuti”.