Utusan PBB Ungkap Situasi Rakhine Belum Kondusif untuk Pemulangan Rohingya
Banglades (SI Online) – Utusan khusus Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mengatakan situasi di negara bagian Rakhine belum kondusif untuk pemulangan Rohingya.
Setelah melakukan kunjungan 10 hari ke Myanmar, Burgener melakukan pengamatan dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh M Shahidul Haque di Dhaka pada Selasa (23/7), lansir portal berita lokal Bangla Tribune.
Pada pertemuan itu, Burgener menggambarkan realitas dasar di Rakhine sebagai kondisi yang tidak menguntungkan untuk repatriasi.
Selama kunjungannya ke Rakhine, dia melakukan pertemuan dengan sejumlah pejabat pemerintah Myanmar, kelompok diplomatik, perwakilan LSM lokal dan internasional serta tim PBB.
Meskipun begitu, Burgener hanya mengunjungi tempat-tempat yang diizinkan oleh pemerintah Myanmar dan mendapat akses terbatas di negara bagian itu.
Menurut pejabat kementerian luar negeri Bangladesh, utusan PBB itu berencana untuk mengunjungi kamp-kamp pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar pada Rabu.
Sementara itu, Myanmar juga berencana mengirim delegasi yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Myint Thu untuk mengunjungi kamp-kamp di Cox’s Bazar pekan depan.
Kelompok yang teraniaya
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok yang paling teraniaya di dunia, menghadapi ketakutan yang terus meningkat sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.
Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh tentara Myanmar.
Lebih dari 34.000 orang Rohingya juga dibakar, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, menurut laporan OIDA yang berjudul ‘Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira’
Sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar sementara 113.000 lainnya dirusak.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
PBB mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal, dan penculikan yang dilakukan oleh personil keamanan.
Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
sumber: bangla tribune/anadolu