UU Ciptaker: Babak Baru Penindasan Rakyat?
Pernyataan presiden dapat ditebak arahnya. Alih-alih menerima aspirasi masyarakat. Sebaliknya dapat diprediksi narasi disahkannya UU Cipta Kerja untuk membuka lapangan kerja dan memudahkan investasi akan gencar disebut oleh tuan penguasa dan pengusaha. Narasi ini dikhawatirkan yang akan menenggelamkan bahaya sebenarnya dari UU ini.
Padahal tidak seindah namanya, sejatinya substansi UU Cipta Kerja ini disebut pakar ekonomi syariah Agung Wisnu Wardana sebagai undang-undang yang konon melanggengkan cipta investasi swasta dan asing, berpotensi sentralistik oligarki dan otoritarianisme, bernafaskan liberalisme dan cacat prosedural. Ujung-ujungnya siapa lagi kalau bukan rakyat yang menjadi korban dan tumbalnya. Rakyat semakin menderita dalam jeratan oligarki-kapitalis.
Terbukti, arogansi tuan penguasa tampak semakin culas. Walaupun kritik dan penolakan terus membanjir. Mulai dari guru besar hingga akar rumput bersuara nyaring untuk menolak undang-undang ini. Mereka menyebut undang-undang ini syarat kepentingan asing. Sebaliknya menjadi alat perbudakan modern bagi rakyat sendiri. Namun, tuan penguasa dan wakil seolah semakin buta dan tuli, menutup mata dan telinga bahkan hati nurani.
Miris. Di negeri yang katanya demokrasi, suara rakyat dikebiri. Tuan-tuan yang katanya wakil rakyat justru tergesa-gesa mensahkan undang-undang yang ditolak rakyat. Demi ambisi menyenangkan para cukong yang menjadi inisiator, rapat tengah malam pun rela dilakukan. Inikah babak baru penindasan rakyat di negeri yang kaya raya?
Gelombang aksi penolakan UU Cipta Kerja di sejumlah daerah kelak akan tercatat dalam sejarah. Tercatat dalam tinta hitam bak jelaga, menggambarkan pekatnya demokrasi negeri ini. Tidak hanya suara rakyat yang tak digubris. Tetesan darah para demonstran kelak pun menjadi saksi kezaliman penguasa atas rakyatnya.
Sungguh rakyat tidak akan bergerak hingga turun ke jalanan. Jika kepentingan mereka tidak diusik dan dizalimi. Namun kenyataan berbicara, penguasa lagi dan lagi menyakiti rakyat dengan berbagai aturan zalim ala kapitalis penjajah. Kini, upaya sistematis pengkhianatan penguasa kental tercium lewat UU Cipta Kerja.
Jelas, menjadi catatan penting dan renungan bersama. Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, tampak jelas bahwa sejatinya tuan penguasa dan tuan legislator bukanlah wakil rakyat. Mereka adalah wakil-wakil para cukong dan konglomerat. Hal ini juga semestinya membuka mata dan hati rakyat bahwa sumber kezaliman yang terjadi adalah akibat diterapkannya kapitalisme atas negeri ini. Inilah sejatinya biang penindasan rakyat!
Buruh tertindas dan pengusaha menindas lazim dalam naungan kapitalisme. Sebab kapitalisme meniscayakan nihilnya peran negara dalam mengayomi dan menjaga kepentingan buruh. Penguasa hanya bertindak sebagai regulator yang justru melanggengkan penindasan terhadap rakyatnya. Yang demikian tentu tidak ditemukan dalam naungan sistem Islam yang paripurna.