Vaksin, Bisnis atau Solusi Pandemi?
Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan menerima vaksinasi perdana Covid-19 pada Rabu (13/01). Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan Presiden Jokowi akan divaksin bersama sejumlah pejabat dan tokoh Nasional. (kompas.com, 12/1/2021).
Vaksinasi perdana Covid-19 ini merupakan program Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam rangka melawan pandemi Covid-19. Dari data resmi Kemenkes, menurut road map program ini, prioritas pertama dan utama vaksinasi akan diberikan kepada 1,3 juta tenaga kesehatan (nakes). Setelah nakes, selanjutnya vaksin diberikan kepada pekerja sektor publik dan terakhir untuk masyarakat umum. (kontan.co.id, 30/12/2020).
Pemerintah diketahui telah mengonfirmasi impor vaksin besar-besaran guna mendukung program ini. Total 329,5 juta dosis vaksin Covid-19 diimpor dari berbagai produsen. Vaksin pertama dan terbesar berasal dari Sinovac, China sebanyak 125,5 juta dosis. Sisanya berasal pabrikan vaksin Amerika Serikat-Kanada Novavax, Covax-GAVI dan WHO, AstraZeneca-Inggris dan Pfizer BioNTech Jerman-Amerika Serikat, masing-masing sebanyak 50 juta dosis. (antaranews.com, 9/1/2021).
Namun sehari sebelum vaksinasi perdana Covid-19 dilakukan, tanda pagar #TolakDivaksinSinovac meramaikan jagat maya. Menjadi rahasia publik, Sinovac menempuh jalan panjang untuk mendapatkan label halal MUI dan mengantongi izin EUA (Emergency Use Authorization) dari BPOM. (cnbcindonesia.com, 11/1/2021). Tagar ini muncul merespon hasil rilis BPOM, yang menyebut efikasi vaksin Sinovac sebesar 65,3 persen. Terlepas dari polemik vaksin Sinovac, akankah vaksin jadi solusi untuk menghentikan pandemi?
Epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia, Dicky Budiman menyebut Covid-19 di Indonesia memasuki masa kritis hingga tiga-enam bulan ke depan. Indikator ini terlihat dari semakin meningkatnya angka kematian Covid-19. Menurutnya, vaksin bukanlah solusi ajaib hentikan pandemi. Namun, hanya menjadi salah satu cara untuk membangun kekebalan individual dan perlindungan masyarakat.
Dicky juga mengingatkan tidak ada vaksin yang sempurna. Sebab sebagian kecil penerima vaksin masih memungkinkan untuk tertular Covid-19. Maka protokol kesehatan Covid-19 juga masih harus terus dijalankan, meski vaksinasi corona telah dilakukan. (kompas.com, 2/1/2021).
Vaksinasi bukanlah hal yang salah, tapi sejatinya telah menunjukkan kegagalan tuan penguasa. Menggencarkan vaksinasi tanpa menutup akses penyebaran Covid-19 jelas sia-sia. Apatah lagi pemerintah tampak kurang serius menghentikan wabah. Bahkan sejak awal, pandemi Covid-19 tak luput menjadi ajang bercandaan para petinggi negeri.
Paradigma kapitalisme yang berorientasi bisnis pun tak lepas dari impor vaksin. Alih-alih mengalokasikan dana untuk segera menghentikan wabah. Tuan penguasa malah memanfaatkan celah pandemi untuk bisnis impor vaksin. Alhasil, dana miliaran mengalir ke kantong-kantong para kapitalis produsen vaksin.
Padahal sejatinya, rakyat butuh upaya maksimal tuan penguasa menghentikan wabah. Bukan melulu menitikberatkan pada solusi tambal sulam yang tak menuntaskan masalah. Beragam solusi yang terbukti sarat dengan kepentingan tuan cukong kapitalis. Tidak heran jika bansos Covid-29 pun tak luput dikorupsi demi kepentingan oligarki.