WADAH Malaysia Promosikan Hidup Berdampingan di Komunitas ASEAN
Ia kemudian merujuk pada beberapa fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) antara lain fatwa soal larangan pluralisme dan liberalisme, fatwa tentang terorisme, serta beberapa fatwa lain seputar toleransi beragama.
Dr. Ade juga mengutip Fatwa Kebangsaan Dewan Dakwah, yang mendorong umat Islam untuk berpegang teguh pada aqidah namun tetap menjaga keharmonisan dalam kehidupan sosial dengan masyarakat non-Muslim. Hal ini sejalan dengan pemikiran Allahyarham Dr. Mohammad Natsir, yang menyerukan Umat Islam menjadi perekat kebangsaan.
Dalam kesempatan yang sama, pembicara dari Singapura, Assoc. Prof. Dr. Syed Khairudin Aljunied, menyampaikan pentingnya peran masjid sebagai pusat dakwah Islam.
Sementara itu, Dr. Hjh. Sri Rahayu Hj Dollah dari Brunei menyampaikan pengalaman mereka dalam mengajarkan nilai toleransi sejak dini kepada anak-anak sekolah, sebagai fondasi bagi kehidupan damai di masa depan.
Di Kamboja dan Vietnam, komunitas Muslim yang merupakan minoritas menunjukkan bagaimana mereka aktif terlibat dalam masyarakat luas, membangun hubungan yang baik dengan warga lokal. Mereka tidak hanya menjalankan agama mereka, tetapi juga berkontribusi pada kegiatan sosial di masyarakat.
Konferensi ini sukses menarik Menteri Pendidikan Malaysia, Fadhlina Sidek untuk hadir dan mengapresiasi acara. Dalam sesi Round Table Discussion, ia mengatakan semangat ASEAN yang sudah begitu kokoh menjadi agenda penting Malaysia.
“Selamat kepada Wadah Pencerdasan Umat Malaysia (WADAH) yang telah menyelenggarakan Seminar Fiqh Ta’ayush Internasional (Fiqh Hidup Damai Bersama) yang melibatkan panel pembicara dari negara-negara kawasan. Tema Fiqh Ta’ayush sesuai dengan semangat kawasan ASEAN,” ujarnya.
MACASID, Usaha Menjaga Stabilitas Regional ASEAN
Sebagai salah satu NGO terbesar di Malaysia, WADAH memandang persoalan keamanan regional sebagai agenda terpenting. Karenanya WADAH berinisiatif membentuk Madani Centre for ASEAN Community: Social Innovation and Development (MACASID) bersama panelis dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Vietnam, Thailand, Kamboja, dan Filipina.
Pada Round Table Discussion (RTD) yang digelar sehari sebelum Konferensi Internasional, para panelis menyampaikan kondisi terkini, peluang serta tantangan seputar kemajemukan di negaranya masing-masing.
Salah satu tokoh penting, Prof. Dato’ Dr. Muhammad Nur Manuty hadir dalam RTD ini. Ia menyampaikan beberapa arahan kepada peserta dan panelis agar MACASID dapat mengatasi berbagai tantangan sosial, ekonomi dan lingkungan di ASEAN.
Pandangan tentang pentingnya MACASID ini juga diperkuat saat jamuan makan malam antara Wakil Menteri Agama Malaysia, Dr. Zulkifli Hasan bersama para panelis. Ia mengatakan pentingnya umat Islam menjadi contoh penerapan hidup damai dan toleran di kawasan ASEAN.
MACASID ini juga pada gilirannya akan menjadi pendamping kepemimpinan Malaysia di ASEAN pada tahun 2025. Karena MACASID itu sendiri sejalan dengan nilai-nilai dalam Malaysia Madani yang dibawa oleh Perdana Menteri Dato’ Seri Anwar Ibrahim seperti inklusivitas, keadilan dan pembangunan berkelanjutan.
Nyatanya Malaysia Madani ini tak sekadar jargon, tapi mampu membawa pertumbuhan ekonomi Malaysia tumbuh 5,9% pada kuartal III tahun 2024. Pertumbuhan ekonomi ini, menurut Malaysian Institute of Economic Research (MIER) salah satunya didorong oleh kestabilan politik yang berpengaruh pada iklim investasi. []