Wahai Crosshijaber, Hentikan Perilaku Sekulermu!
Kembali pada Islam
Pada dasarnya setiap manusia diciptakan dalam kondisi yang sempurna. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (TQS at-Tin :4)
Artinya sempurna dengan bentuk yang paling baik menurut Allah swt. Yang Maha Pencipta. Tidaklah layak ciptaan mengubah apa yang telah menjadi pemberian Sang Pembuat.
Selain itu Allah SWT juga menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai pasangan yang saling melengkapi. Keduanya ada perbedaan fisik, psikis dan pemikiran sehingga bisa saling melengkapi.
Allah SWT berfirman dalam surah al-Hujurat ayat 13 yang artinya, “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…”
Sehingga bisa dikatakan, penciptaan laki-laki dan perempuan adalah sebuah fitrah. Kata lainnya, sunnatullah yang tak mungkin diubah. Soal mengubah ciptaan Allah ini, Nabi Saw dengan sangat tegas melarang.
Beliau bersabda, “Allah SWT melaknat wanita-wanita yang membuat tato, meminta ditato, mencabuti alis dan memperbaiki susunan giginya untuk mempercantik diri, yang telah merubah ciptaan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Demikian juga terkait lelaki yang berpenampilan dan berperilaku menyerupai wanita dan sebaliknya, ulama sepakat akan keharamannya. Sangsinya sangat keras yakni laknat dari Allah SWT dan Rasulullah Saw.
Hal ini berdasarkan hadis dari Ibu Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah Saw melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR Bukhari ).
Laknat dalam hadis tersebut merupakan celaan yang sangat berat kepada pelakunya.
Dalam kitab Fath al-Bari, Tabari menjelaskan laknat bermakna haram. Syekh Dr Wahbah al-Zuhaili dalam “Al Fikh Al-Islami wa Adillatuhu” juga menegaskan haram hukumnya lelaki menyerupai wanita dan begitu pula sebaliknya.
Tak hanya itu, beliau juga merinci apa yang dimaksud meniru dalam beberapa hadis di atas, yaitu menyerupai dalam gaya rambut, perhiasan, penampilan, cara berbicara, cara berpakaian dan sebagainya.
Sayang syariat di atas tak dapat diterapkan melainkan dengan Islam. Dengan tegaknya Islam yang kaffah bukan sekedar yang tertulis di kartu identitas. Penerapannya mulai di level individu, masyarakat hingga negara. Sebab pelaku tak hanya butuh himbauan namun juga pembinaan hingga sanksi bagi yang tetap ngotot melakukan. Negara dengan tanggung jawab yang Allah amanahkan memikulnya kemudian menjadi otoritas yang menjamin aturan ditegakkan.
Untuk itu kepada para hijaber gadungan, bertobatlah dengan sebenarnya tobat. Jangan seperti peribahasa di atas. Sebab sejauh-jauh kemaksiatan yang engkau lakukan, suatu saat jiwamu kan terlepas. Entah kapan namun pasti. Takutlah akan hari di mana hisab pedih menanti. Wallahu a’lam.
Ummu Zhafran
(Pegiat Opini, Member Akademi Menulis Kreatif)