SUARA PEMBACA

Wakil Rakyat, Seharusnya Merakyat

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga yang seharusnya berfungsi untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Namun, realita saat ini sering kali menggambarkan kondisi yang jauh dari harapan.

Berbagai berita dan isu tentang perilaku serta kebijakan anggota DPR memicu pertanyaan kritis: benarkah mereka benar-benar mewakili rakyat atau justru terseret dalam pusaran kepentingan pribadi, kelompok, bahkan oligarki?

Dalam sistem demokrasi modern, salah satu peran utama wakil rakyat adalah menyusun Undang-Undang (UU) yang sejalan dengan kebutuhan rakyat. Namun, fakta bahwa banyak anggota DPR memiliki hubungan erat dengan kelompok oligarki menimbulkan potensi konflik kepentingan.

DPR yang seharusnya menjadi benteng pertahanan bagi hak-hak rakyat, malah kerap dianggap tunduk pada tekanan para pemilik modal dan kepentingan politik tertentu.

Hal ini diperparah dengan minimnya oposisi di parlemen. Hampir semua partai politik tergabung dalam koalisi pemerintahan, menyebabkan lemahnya pengawasan dan kritik terhadap kebijakan pemerintah (Kompas.com).

Sistem pemilu yang ada saat ini cenderung mengutamakan calon yang memiliki kekayaan atau jabatan strategis, bukan karena kualitas dan integritasnya dalam memperjuangkan hak rakyat.

Pemilu sering kali dipenuhi dengan politik uang dan transaksional, di mana para calon berlomba-lomba mendapatkan suara melalui cara-cara yang tidak sehat.

Hal ini menyebabkan terpilihnya wakil rakyat yang tidak memiliki kapasitas atau niat tulus untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Akibatnya, banyak kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil, melainkan pada golongan elit.

Masalah lain yang sering muncul adalah absennya sebagian besar anggota DPR saat sidang penting. Seringkali sidang berlangsung tanpa kuorum karena banyak wakil rakyat yang tidak hadir. Ini semakin memperkuat anggapan bahwa DPR kurang serius dalam menjalankan tugasnya (Kompas.com).

Ironisnya, fasilitas mewah yang mereka nikmati, seperti rumah dinas, tetap disediakan meskipun sering kali tidak ditempati dan dianggap sebagai pemborosan uang negara (Kompas.com).

Berbeda dengan sistem demokrasi kapitalis yang cenderung transaksional dan penuh dengan kepentingan oligarki, sistem Islam menawarkan solusi yang lebih adil melalui konsep Majelis Ummah.

Dalam Islam, Majelis Ummah dipilih oleh rakyat untuk menyampaikan aspirasi umat. Namun, tidak seperti DPR, Majelis Ummah tidak memiliki wewenang untuk membuat hukum, karena dalam Islam hukum berasal dari syariah Allah yang bersifat tetap.

Majelis ini berfungsi sebagai penyalur suara rakyat dan memberikan masukan kepada pemimpin (khalifah) dalam membuat kebijakan yang sesuai dengan syariah (Kompas.com).

Melihat kondisi DPR saat ini yang kerap terjebak dalam konflik kepentingan dan politik transaksional, sudah saatnya kita mempertimbangkan alternatif sistem yang lebih adil dan berfokus pada kesejahteraan rakyat.

Sistem Islam dengan Majelis Ummah sebagai representasi rakyat bisa menjadi solusi untuk menghadirkan wakil-wakil yang benar-benar mengabdi kepada kepentingan umat. Tanpa intervensi kepentingan oligarki, wakil rakyat dalam sistem ini akan lebih independen dan fokus pada aspirasi rakyat secara menyeluruh.[]

Ilma Annafi’a, Aktivis Muslimah di Malang, Jatim.

Artikel Terkait

Back to top button