Wantim MUI: THR untuk Pejabat Tinggi Bukti Ketidakpekaan terhadap Nasib Rakyat
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi menyayangkan adanya kebijakan pemerintah yang memberikan gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) kepada pejabat tinggi dan aparatur sipil negara (ASN) di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
“Kebijakan pemerintah memberikan gaji ke-13 dan THR kepada pejabat tinggi negara dan ASN di tengah krisis ekonomi dan kondisi keuangan negara yang sangat buruk adalah sebuah bukti nyata ketidakpekaan pemerintah kepada nasib masyarakat dan warga miskin dan fuqara yang jumlahnya terus mengalami kenaikan, khususnya di era pandemi Covid-19,” kata Kiai Muhyiddin melalui keterangan tertulisnya kepada Suara Islam Online, Ahad (2/5/2021).
Seharusnya, kata Kiai Muhyiddin, ada kebijakan simpatik dari pemerintah dengan memotong setengah gaji para pejabat tinggi atau memberikan hasilnya kepada masyarakat tidak mampu.
“Sudah bukan rahasia lagi bahwa para pejabat tinggi juga sudah mendapatkan banyak pemasukan sampingan yang sangat signifikan,” jelasnya.
Di bulan Ramadhan, Islam menegaskan tentang kewajiban membayar zakat mal dan sedekah. “Persentasi warga Indonesia yang turun kelas dari middle class (kelas menengah) ke miskin relatif besar dan mereka sangat butuh uluran tangan para aghniya (orang yang mampu),” kata Kiai Muhyiddin.
Ketua Bidang Luar Negeri dan Hubungan Internasional PP Muhammadiyah itu mengatakan, kita harus meniru kebijakan simpatik beberapa negara sahabat di era Pandemi, di mana tujuan utamanya meringankan beban finasial warga yang masih hidup dibawah garis kemiskinan. Dengan demikian akan tumbuh rasa kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat.
Menurutnya, ketimpangan sosial saat ini semakin besar dan dikhawatirkan bisa menimbulkan gesekan dan instabilitas di akar rumput.
“Apalagi arogansi dan ketidakadilan kasat mata yang dipertontonkan kepada masyarakat dalam menangani berbagai masalah sosial politik dan hukum masih sangat berbekas dalam memori rakyat,” ujar Kiai Muhyiddin.
Padahal, kata dia, alokasi anggaran untuk kebijakan tak simpatik tersebut adalah uang rakyat. “Tapi pemerintah secara sepihak selalu mengatasnamakan rakyat dalam mencari utang dari mancanegara baik itu utang yang masuk dalam perjanjian bilateral atau multilateral,” tutur Kiai Muhyiddin.
Dengan demikian, lanjut dia, rakyat semakin kehilangan trust (kepercayaan) kepada pengelola negara ini. “Ketidakberpihakan kepada rakyat miskin itu sebuah pelanggaran terhadap Pancasila, terutama tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.
Kata Kiai Muhyiddin, adalah prilaku sangat paradok dari para penguasa yang pandai berbicara tentang keadilan sosial tapi dalam realita kehidupan ternyata itu sebuah bentuk kemunafikan.
“Seharusnya para penguasa menjadi orang terakhir menikmati kekayaan negara karena memang mereka dipilih untuk menyejahterakan rakyat. Tapi secara faktual di lapangan mereka dulu yang sejahtera sebelum rakyat.
Dalam bahasa agama ini masuk dalam kategori kemunafikan,” tandasnya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi secara meyakinkan menandatangani aturan mengenai pemberian tunjangan hari raya (THR) bagi aparatur negara.
Kementerian Keuangan sudah memastikan Lebaran 2021, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, serta pejabat setingkat menteri juga menerima THR.
red: adhila